Sukses

Ancang-Ancang Politik SBY dan Prabowo

Pertemuan SBY-Prabowo di Cikeas bagi partai lain hal biasa, namun membuat persaingan Pilpres 2019 semakin ketat.

Liputan6.com, Jakarta - Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 masih dua tahun lagi berlangsung. Namun, konstelasi politik menghangat. Sejumlah partai politik mulai ancang-ancang mengambil start, agar menang di ujung pesta demokrasi nanti, tak kecuali Partai Demokrat dan Gerindra.

Pertemuan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Cikeas, Bogor, Kamis malam disebut-sebut terkait politik jelang Pilpres 2019.

Meski kabar pertemuan yang digelar di kediaman SBY ini tersiar cepat ke telinga masyarakat, namun silaturahmi politik ini rencananya berlangsung tertutup.

"Malam ini pertemuan tertutup antara Ketua Umum Partai Demokrat SBY dan Ketua Umum Gerindra akan dilaksanakan di Cikeas," ujar Ketua Divisi Komunikasi Partai Demokrat Imelda Sari saat dikonfirmasi, Kamis 27 Juli 2017.

Pertemuan antara dua petinggi parpol tersebut atas permintaan Prabowo, membahas soal UU Pemilu yang belum lama ini disahkan DPR. Bagi partai kecil, pengesahan undang-undang ini seperti ganjalan menuju Pilpres 2019.

Pembahasan UU Pemilu menjadi genting, lantaran undang-undang ini mewajibkan setiap partai memiliki kursi di parlemen 20 persen dan 25 persen hasil pemilu, untuk mencalonkan presiden. Bagi Gerindra, syarat presidential threshold itu mungkin terasa berat sebagai partai baru.

"Pertemuan ini sebagai respons positif dari Ketum Demokrat SBY atas permintaan Ketum Gerindra Prabowo untuk bertemu, usai ketok palu UU Pemilu pada sidang Paripurna DPR pekan lalu," ungkap Imelda.

Saat pengesahan UU Pemilu, empat fraksi menyatakan menolak penggunaan presidential threshold dalam pelaksanaan Pilpres 2019. Empat fraksi itu adalah Fraksi Demokrat, Fraksi Gerindra, Fraksi PAN, dan Fraksi PKS.

"Salah satu pembahasan tentu terkait dengan UU Pemilu tersebut, seperti yang disampaikan sebelumnya oleh pihak Gerindra," Imelda menegaskan.

Di luar urusan itu, pertemuan ini menurut dia hanya silaturahmi kedua tokoh bangsa yang dipandang akan membawa hal positif.

"Silaturahmi ini diharapkan membawa angin segar dan memberi kontribusi yang positif dan konstruktif bagi negeri tercinta," pungkas Imelda.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menyebutkan, meski pertemuan ini bagian dari silaturahmi politik, namun terlalu dini untuk membahas calon presiden dan wakil presiden Pemilu 2019.

"Terlalu dini membicarakan masalah pasangan capres," kata Syarief di gedung DPR, Jakarta, Kamis 26 Juli 2017.

Menurut Syarief, pertemuan SBY-Prabowo tak bisa dilepaskan dengan politik. Yang pasti, pertemuan keduanya membahas visi dan misi bagaimana membangun bangsa.

"Kita sekarang menyamakan visi dan misi bagaimana membangun bangsa ke depan lebih bagus. Yang jelas ini untuk kepentingan rakyat. Yang penting ada kebersamaan," Syarif menegaskan.

Gerindra sendiri membenarkan pertemuan tertutup ini membahas situasi nasional, usai disahkan UU Pemilu. Pertemuan ini sekaligus ajang silaturahmi dua tokoh besar yang sudah lama tidak bertemu.

"Tidak hanya bersilaturahmi, tapi sambil melakukan pembicaraan keadaan kondisi politik nasional dengan disahkannya UU Pemilu yang melanggar konstitusi, terutama terkait presidential threshold 20 persen," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono kepada Liputan6.com, Kamis 27 Juli 2017.

Arief menyebutkan pertemuan tersebut juga akan membahas terkait keadaan ekonomi, yang dinilainya membebani masyarakat.

Sementara, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menganggap, pertemuan SBY-Prabowo merupakan agenda penting. Sebab, pertemuan ini membahas tentang agenda politik Pilpres 2019.

"Tentu saja kemudian dikaitkan dengan banyak agenda politik yang sekarang sudah mulai menghangat di 2019," kata Muzani di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Kamis, 27 Juli 2017.

Muzani menjelaskan, sejumlah hal lain juga akan dibahas dalam pertemuan ini. Satu di antaranya tentang UU Pemilu yang baru saja disahkan DPR.

"Itu jadi concern partai-partai di luar pemerintahan. Kita juga punya tanggung jawab untuk jaga persoalan ini. Karena beratnya persoalan ini kita harus memerankan perannya masing-masing supaya lebih maksimal bagi bangsa dan negara," kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pilpres Makin Ketat

Pertemuan SBY-Prabowo di Cikeas tentu tak luput dari perhatian partai lain. Partai Nasdem menilai pertemuan dua pimpinan partai ini hal biasa, namun membuat persaingan Pilpres 2019 semakin ketat.

"Dalam kaitan dengan pemilu legislatif pasti saling bersaing dan setiap partai pasti juga ingin membentuk koalisi yang kuat untuk Pilpres 2019," ujar Ketua DPP Partai Nasdem Johny G Plate di Jakarta, Kamis 28 Juli 2017.

Terlebih, kata Johny, UU Pemilu yang baru, ada empat partai yang menolak presidential threshold 20 persen. Keempatnya yaitu Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PAN, dan Fraksi PKS.

"Dengan merapatnya Pak Prabowo ke Pak SBY, maka setting Pilpres 2019 menjadi head to head di antara dua pasangan capres (calon presiden). Kami menyambut baik dan siap bertarung head to head pada Pilpres 2019," ucap Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem di DPR ini.

Kendati, Johny menegaskan, Nasdem tidak terpengaruh dengan pertemuan SBY-Prabowo. Partainya tetap fokus mendukung pemerintahan Presiden Jokowi.

"Yang terpenting bahwa persaingan politik tetap dalam koridor demokrasi yang sehat dan untuk kebaikan umum," Johny menandaskan.

Setali tiga uang, bagi Partai Golkar yang notabene partai koalisi pemerintahan Presiden Jokowi, pertemuan SBY-Prabowo merupakan hal wajar.

"Setelah ada hasilnya dan tahu kami akan memberikan komentar-komentar yang lebih dalam begitu, ya," kata Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto di Gedung DPR, Jakarta, Kamis 27 Juli 2017.

Ketua DPR ini memastikan, pertemuan SBY-Prabowo tak akan berpengaruh, apalagi sampai mengalihkan arah politik partainya pada Pilpres 2019. Golkar, tetap akan mengusung Jokowi sebagai calon presiden 2019.

"Enggak, Golkar ini kan selalu menjunjung tinggi asas taat, jadi tetap kita mendukung Pak Jokowi dan kita selalu berusaha yang terbaik dan berusaha mengedepankan komunikasi politik dengan partai-partai lain," Novanto menegaskan. 3037389

Pertemuan SBY-Prabowo juga mengundang reaksi dari Presiden Jokowi. Menurut dia, pertemuan ini sangat baik jika untuk kepentingan bangsa.

"Pertemuan antartokoh kan baik-baik saja. Pertemuan antartokoh baik, pertemuan antarpartai baik," kata Jokowi usai membuka Rakornas TPID di Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Kamis, 27 Juli 2017.

Namun, Jokowi enggan berkomentar soal adanya pembahasan politik untuk Pilpres 2019. Menurut dia, semua pertemuan tokoh baik asalkan untuk kepentingan bangsa.

"Sekali lagi, pertemuan antara tokoh itu baik, pertemuan antarpartai itu baik, pertemuan apa pun itu baik asal untuk kepentingan negara, untuk kepentingan bangsa," Jokowi menandaskan.

3 dari 4 halaman

Hitung-Hitungan Politik

Pertemuan SBY-Prabowo tak lepas dari kuda-kuda dua partai ini jelang Pilpres 2019. Hitung-hitungan politik pun kemungkinan besar bakal dibahas, termasuk peluang koalisi kedua partai ini agar dapat memenuhi syarat presidential threshold 20 persen.

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto menilai, pertemuan hal wajar jika membahas kemungkinan koalisi antara Partai Demokrat dan Gerindra pada Pilpres 2019.

"Itu juga kalau seandainya berkoalisi, itu sah-sah saja," kata Agus di gedung DPR, Jakarta, Kamis, 27 Juli 2017.

Menurut Agus, kemungkinan semacam itu bisa saja terjadi. Sebab, saat ini, telah muncul aturan baru tentang presidential threshold (PT) 20 persen kursi, untuk parpol yang akan mengajukan calon presiden.

Bila dihitung-hitung, kata Agus, Demokrat dan Gerindra bisa melampaui ambang batas pencalonan presiden 20 persen.

"Kalau kita hitung antara partai Gerindra dan Partai Demokrat sudah lebih dari 20 persen. Dan sesuatu hal yang sah-sah saja, dan tentunya hal-hal yang terbaik tentunya kita serahkan ke Beliau berdua," kata Agus.

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengamini ucapan Agus soal kemungkinan kedua partai berkoalisi.

"Ya mungkin saja dibicarakan (koalisi)," kata Muzani di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 27 Juli 2017.

Apalagi, kata dia, Gerindra dengan Demokrat tidak sepakat dengan UU Pemilu yang baru saja disahkan. Mereka tak setuju terkait poin yang mengatur tentang ambang batas pencalonan presiden 20 persen.

"Sehingga kalau keduanya membicarakan itu (koalisi) saya kira sebagai suatu kemungkinan. Tapi apa bener, apa enggak kita lihat hasil nanti malam pertemuannya," Muzani menegaskan.

4 dari 4 halaman

Tak Bentuk Koalisi

Pertemuan antara petinggi Partai Demokrat dan Gerindra di kediaman mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas, Bogor, Jawa Barat memang menimbulkan banyak spekulasi. Terutama terkait kemungkinan pembentukan koalisi antara keduanya. Namun ternyata, keduanya sepakat tidak membentuk koalisi untuk saat ini.

"Kami bersepakat untuk meningkatkan komunikasi dan kerja sama sah. Meski tidak dalam bentuk koalisi," ujar SBY yang merupakan Ketua Umum Demokrat, dalam konferensi pers bersama Prabowo Subianto, Cikeas, Kamis (27/7/2017).

Dinamisnya pergerakan politik membuat mereka tidak ingin membentuk koalisi pada saat ini. Politik yang sangat dinamis menyebabkan bakal banyak perubahan hingga Pilpres 2019 nanti.

"Kita kenal namanya Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih pun sudah mengalami pergeseran dan perubahan yang fundamental, maka kita memilih tidak perlu lah harus membentuk yang dinamakan koalisi. Yang penting kita meningkatkan komunikasi dan kerja sama," tutur SBY.

Menurut dia, pada pertemuan ini, keduanya membahas hal-hal yang saat ini terjadi di Tanah Air. Pertemuan tersebut lahir dari keprihatinan atas lahirnya Undang-Undang Pemilu yang baru.

sepakat untuk menjadi mitra pemerintah dengan memastikan pemerintah menjalankan kekuasannya sesaui dengan aturan perundang-undangan.

"Kami harus memastikan bahwa pengguna kekuasaan oleh para pemegang kekuasaan itu tidak melampaui batas, sehingga termasuk abuse of power. Banyak pelajaran di negeri kita mana kala kekuasaan melampaui batas, maka rakyat akan mengoreksinya," ucap SBY.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini