Sukses

Khofifah Ajak Muslimat Teladani Nasionalisme Pendiri NU

Khofifah mengatakan, jauh sebelum Indonesia merdeka, kecintaan pada Tanah Air telah tumbuh subur di pesantren-pesantren.

Liputan6.com, Pasuruan - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Khofifah Indar Parawansa mengajak ibu-ibu Muslimat NU meneladani semangat nasionalisme para pendiri NU yang turut berjuang dalam merebut, mengisi dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Dia mengatakan, jauh sebelum Indonesia merdeka, pada 1935 para Ulama NU membuat keputusan apabila kelak Indonesia merdeka, maka yang ingin dibangun oleh para Ulama NU adalah negara yang damai, membawa keselamatan dan mengajarkan cinta Tanah Air adalah sebagian dari iman atau hubbul wathon minal iman.

"Ini penting kita ingatkan kembali," kata Khofifah dalam Silaturahmi dan Halal bi Halal Muslimat NU Pasuruan, Sabtu (22/7/2017) dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.

Menteri Sosial ini mengatakan, jauh sebelum Indonesia merdeka, kecintaan pada Tanah Air telah tumbuh subur di pesantren-pesantren. Banyak lagu-lagu perjuangan tercipta di sana dan membangkitkan semangat nasionalisme santri.

Misalnya, lagu Syubbanul Wathon atau pemuda yang memiliki nasionalisme yang diciptakan Kiai Wahab Hasbullah tahun 1916.

"Salah satu tokoh penting NU yang berperan dalam masa kemerdekaan adalah Kiai Hasyim Asy'ary yang merumuskan konsep hubbul wathon minal iman (cinta tanah air sebagian daripada iman) dan Kiai Wahab Hasbulloh yang menciptakan lagu berjudul Ya Ahlal Wathon (syubhanul wathon)," kata Khofifah.

Lagu tersebut kini menjadi lagu yang wajib dikumandangkan di setiap acara-acara NU dan badan otonomnya termasuk Muslimat NU, IPNU, Fatayat NU, IPPNU.

Pentingnya Nasionalisme dan Cinta Tanah Air

Khofifah mengungkapkan, nasionalisme dan cinta Tanah Air menjadi penting untuk ditanamkan kembali kepada anak bangsa. Maraknya gerakan radikal, isu berkedok agama namun bertujuan memecah-belah persatuan bangsa, bahaya miras, narkoba, pornografi dan lain- lain.

"Sejumlah survei menunjukkan hasil yang menurut saya agak mencemaskan. Kecenderungan masyarakat 9,9 persen menerima radikalisme. Itu besar. Hampir 10 persen. Itu sudah lebih besar dari penduduk Malaysia," papar dia.

Khofifah mengatakan, radikalisme secara perlahan dan luas juga telah menyasar kalangan pelajar dan mahasiswa. Terorisme hari ini bukan hanya bersenjata, tetapi narkoba merupakan teror yang tidak kalah seramnya.

"Oleh karena itu tugas Muslimat melalui PAUD, TK, RA, majelis taklim, harus mampu menyampaikan Ahlussunnah wal Jamaah an Nahdiyah, di mana agama itu selaras dengan kultur daerah dan negara, tidak mengkafir-kafirkan orang lain, toleran, dan cinta NKRI, dengan menghadirkan Islam rahmatan lil alamin," papar Khofifah.

Ia berharap anak-anak di Pendidikan Anak Usia Dini, Taman Kanak-kanak, dan Raudatul Athfal mengerti bahwa negara ini beragam, mengerti tentang pluralisme dan multi kultural, mengerti tentang konsep Islam Nusantara dan Islam Rahmatan lil Alamin.

"Mari kita bangun karakter anak-anak generasi penerus. Dari lembaga layanan Muslimat inilah kita ajarkan anak-anak mengenal Alquran, mengenalkan doa sebelum beraktifitas, kebiasaan dan perilaku terpuji. Itu yang mahal hari ini. Inilah modal sosial untuk membangun sebuah wilayah yang maslahat. Modal bagi bangsa Indonesia," tutur Khofifah.

 

Saksikan video di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.