Sukses

Respons Eks Mentan Anton Apriyantono soal Pemalsuan Beras Subsidi

Soal pemalsuan beras oleh perusahaannya, Anton Apriyantono pun angkat suara.

Liputan6.com, Jakarta Kasus penggerebekan gudang beras di Bekasi, yang diduga memalsukan atau mengoplos beras subsidi menjadi beras premium, menyeret nama mantan Menteri Pertanian, Anton Apriyantono.

Anton disebut merupakan Komisaris Utama PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS), yang tak lain adalah induk perusahaan PT Indo Beras Unggul (IBU). PT IBU merupakan pemilik gudang beras yang digerebek Satgas Ketahanan Pangan dan Operasi Penurunan Harga Beras Mabes Polri, karena diduga melakukan praktik kecurangan.

Penelusuran Liputan6.com, dalam situs tigapilar.com, Anton Apriyantono duduk sebagai Komisaris Utama dan Komisaris Independen. Di laman tersebut, terpampang foto kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menjadi Menteri Pertanian di masa era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.

Sementara Wakil Komisaris PT TPS adalah Kang Hongkie Widjaja. Ada juga nama penggiat kuliner Bondan Haryo Winarno sebagai Komisaris Independen.

Namanya dibawa-bawa, Anton pun angkat bicara. Kepada Liputan6.com yang menghubunginya, Sabtu (22/7/2017), Anton mengatakan, apa yang dituduhkan kepada perusahaannya itu fitnah besar.

"Itu fitnah besar. Jelas tidak benar. Apa definisi mengoplos? Kami kan menjual merek dengan kualitas tertentu, bukan varietas tertentu," kata Anton.

Varietas IR 64, ujar Anton, merupakan varietas lama yang sudah digantikan dengan varietas yang lebih baru yaitu Ciherang. Kemudian diganti lagi dengan Inpari.

"Jadi di lapangan, IR 64 itu sudah tidak banyak lagi. Selain itu, tidak ada yang namanya beras IR 64 yang disubsidi, ini sebuah kebohongan publik yang luar biasa," ujar Anton.

Dia menambahkan, "yang ada adalah beras raskin. Subsidi bukan pada berasnya, tapi pada pembeliannya, beras raskin tidak dijual bebas, hanya untuk konsumen miskin."

Menurut Anton yang mengaku bergabung dengan PT TPS 3 atau 4 tahun lalu, di dunia perdagangan beras dikenal namanya beras medium dan beras premium, SNI untuk kualitas beras juga ada.

"Yang diproduksi TPS sudah sesuai SNI untuk kualitas atas," jelas dia.

Anton juga membantah tuduhan yang menyebut negara dirugikan terkait kasus ini. 

"Kalau dibilang negara dirugikan, dirugikan di mananya? Apalagi sampai bilang ratusan triliun, lha wong omzet beras TPS saja hanya 4 triliun per tahun, lagi-lagi pejabat negara melakukan kebohongan publik," ucap Anton, seraya menyebut tuduhan menjual di atas HET itu tidak bijak.

Tim Satuan Tugas (Satgas) Ketahanan Pangan dan Operasi Penurunan Harga Beras Mabes Polri yang menggerebek gudang beras di Jalan Raya Rengas Bandung, Bekasi, mengungkap banyak hal, Kamis 20 Juli 2017 malam. Penggerebekan itu juga diikuti Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.

Kapolri Tito Karnavian mengultimatum, pihaknya tidak segan menindak tegas para mafia dan kartel beras yang nekat memainkan harga beras. Pasalnya, sepertiga uang dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dikucurkan untuk mensubsidi komoditas beras.

"Karena kita lihat potensi pelanggaran hukum dalam komoditas beras ini tidak main-main. Uang yang beredar untuk komoditas paling tinggi dari sembako adalah beras, karena mencapai 488 triliun, jadi hampir 1/3 APBN kita. Ini upaya menyelamatkan uang negara, seperti dalam penindakan kasus korupsi," jelas Tito.

Klarifikasi PT TPS

Sebelumnya, PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) juga telah memberi keterangan terkait penggerebekan di gudang PT Indo Beras Unggul (IBU) selaku anak usaha. Perseroan menyatakan akan kooperatif dan transparan terhadap pihak berwenang yang tengah melakukan verifikasi semua fakta.

Namun demikian, Direktur PT Tiga Pilar Sejahtera Food Jo Tjong Seng mengatakan, IBU membeli gabah dari petani dan beras dari mitra penggilingan lokal. Perseroan tidak membeli atau menggunakan beras subsidi yang ditujukan untuk program Beras Sejahtera (Rastra) Bulog, bantuan bencana, dan lainnya untuk menghasilkan beras kemasan berlabel.

"PT IBU memproduksi beras kemasan berlabel untuk konsumen menengah atas sesuai dengan deskripsi mutu Standar Nasional Indonesia (SNI)," ujar dia dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat (21/7/2017).


Saksikan video menarik di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.