Sukses

Jaksa KPK Kritik Pertimbangan Hakim atas Vonis Korupsi E-KTP

Menurut jaksa Irene, dalam pertimbangan putusannya hakim tidak menjabarkan proses pengaturan dalam pembahasan proyek e-KTP di DPR.

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menguji vonis yang dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap dua terdakwa korupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto.

Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh hakim, sejumlah nama yang diduga menerima aliran uang e-KTP menghilang. Padahal, dalam dakwaan dan tuntutan nama-nama tersebut selalu muncul.

Selain itu, hakim juga berkeyakinan selain nama-nama yang disebut melakukan korupsi secara bersama-sama, ada pihak lain yang turut serta andil dalam bancakan yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

"Dari pertimbangannya, majelis hakim menyampaikan bahwa selain orang-orang yang didakwakan bersama-sama, hakim juga menyatakan bahwa ada pihak-pihak lain yang berperan mewujudkan tindakan korupsi sejak penganggaran," ucap jaksa Irene Putrie usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Namun anehnya, menurut jaksa Irene, dalam pertimbangan putusannya, hakim tidak menjabarkan proses pengaturan dalam pembahasan proyek e-KTP di DPR.

"Ada fakta-fakta yang menurut kami kalau misalnya hakim sudah meyakini (korupsi proyek e-KTP) sejak proses penganggaran, maka seharusnya ada fakta-fakta yang kemudian juga (diuraikan) sebagaimana tuntutan kami," ujar jaksa Irene.

3 Anggota DPR

Dalam amar putusannya, majelis hakim hanya menyatakan tiga anggota DPR yang menerima bancakan e-KTP. Mereka adalah politikus Hanura Miryam S Haryani sejumlah US$ 1,2 juta, politikus Partai Golkar Markus Nari sejumlah US$ 400 ribu dan Rp 4 miliar, serta politikus Partai Golkar Ade Komarudin US$ 100 ribu.

Sedangkan dalam dakwaan dan tuntutan, jaksa menyebut aliran dana korupsi e-KTP tidak hanya kepada dua orang tersebut. Melainkan kepada Annas Urbaningrum sejumlah US$ 5,5 juta, Melcias Markus Mekeng US$ 1,4 juta, Olly Dondokambey US$ 1,2 juta, Tamsil Linrung US$ 700 ribu, dan Mirwan Amir US$ 1,2 juta.

Kemudian, Arief Wibowo US$ 108 ribu, Chaeruman Harahap US$ 584 ribu dan Rp 26 miliar, Ganjar Pranowo US$ 520 ribu, Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Banggar DPR RI US$ 1,047 juta.

Demikian pula dengan Mustoko Weni US$ 408 ribu, Ignatius Mulyono US$ 258 ribu, Taufik Effendi US$ 103 ribu, Teguh Djuwarno US$ 167 ribu, Rindoko, Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz dan Jazuli Juwaini selaku Kapoksi pada Komisi II DPR masing-masing US$ 37 ribu

Disusul Yasona Laoly US$ 84 ribu, Khatibul Umam Wiranu US$ 400 ribu, M Jafar Hafsah US$ 100 ribu, dan Marzuki Alie Rp 20 miliar.


Saksikan video menarik di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.