Sukses

Respons 2 Eks Pejabat Kemendagri setelah Divonis Hukuman Penjara

Ketua majelis hakim kasus e-KTP Jhon Halasan Butarbutar memberitahukan soal hak Irman dan Sugiharto sebagai terdakwa yang telah divonis.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis 7 dan 5 tahun penjara terhadap dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Irman dan Sugiharto, terkait kasus e-KTP. Namun, keduanya belum memutuskan sikap atas putusan tersebut.

"Pikir-pikir yang Mulia," ujar Irman dan Sugiharto dalam sidang kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Keduanya belum tahu akan mengajukan banding atau menerima putusan hakim. Terlebih, keduanya juga harus membayar denda dan uang pengganti yang jumlahnya tidak sedikit.

Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim kasus e-KTP Jhon Halasan Butarbutar memberitahukan soal hak Irman dan Sugiharto sebagai terdakwa yang telah divonis.

"Saya kira bisa tangkap menurut hakim, itu putusan yang adil. Namun yang namanya hakim, tetap manusia, tidak luput dari salah. Jika Anda termasuk yang menilai hakim tidak adil, Anda oleh undang-undang diberi kesempatan untuk mengajukan langkah hukum," kata Jhon.

Irman dan Sugiharto memiliki waktu seminggu untuk berpikir akan banding atau menerima putusan. Namun, John juga mengingatkan risiko mengajukan banding.

Sebelumnya, dua mantan pejabat Dukcapil Kementerian Dalam Negeri yang menjadi terdakwa dalam kasus e-KTP, Irman dan Sugiharto divonis 7 tahun dan 5 tahun penjara. Vonis majelis hakim ini sesuai dengan tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Menjatuhkan pidana kepada Irman selama 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan, jika tak dibayar pidana kurungan 6 bulan. Menjatuhkan pidana kepada Sugiharto penjara 5 tahun denda 400 juta dengan ketentuan, jika tak dibayar pidana kurungan 6 bulan," ujar Jhon.

Menurut hakim, keduanya secara sah dan meyakinkan melakukan tipndak pidana korupsi secara bersama-sama dalam proyek e-KTP. Oleh karena itu, hakim juga mewajibkan keduanya membayar uang pengganti.

Saksikan video berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.