Sukses

Setya Novanto: Jangan Ada Penzaliman Terhadap Saya

Setya Novanto membantah menerima uang Rp 574 miliar seperti disebutkan dalam dakwaan Jaksa KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP Setya Novanto membantah menerima uang Rp 500 miliar lebih dari tersangka lainnya, Andi Narogong. Novanto mengaku, sebagai pimpinan DPR RI, dia selama ini tidak pernah menyimpang dari tugas yang dijalankan.

"Saya sudah berusaha dengan para pimpinan menjalankan tugas secara maksimal, sebagai manusia biasa saya kaget dengan putusan tersangka," ujar pria yang karib disapa Setnov ini di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (18/7/2017).

Novanto secara tegas membantah menerima uang Rp 574 miliar seperti yang disebutkan dalam dakwaan Jaksa KPK. Dia pun mengutip pernyataan mantan anggota Partai Demokrat Nazaruddin yang menyebut, kalau dirinya tidak terlibat korupsi e-KTP.     

"Tapi khusus pada tuduhan saya telah menerima Rp 574 miliar, kita sudah lihat dalam sidang Tipikor 3 April 2017, dalam fakta persidangan saudara Nazar keterlibatan saya dalam e-KTP disebutkan tidak ada, dan sudah bantah tidak terbukti menerima uang itu," sambung dia.

Novanto pun berharap tidak ada lagi pihak-pihak yang menyerang dirinya, terutama dalam kasus proyek e-KTP. "Saya mohon betul-betul, jangan sampai terus dilakukan pendzaliman terhadap diri saya," tegas Ketua Umum Partai Golkar itu.

Novanto pun memastikan, kalau uang sebesar Rp 574 miliar seperti yang dituduhkan jaksa kepadanya tidak pernah ia terima. 

"Saya tidak pernah menerima uang itu (Rp 574 miliar), karena uang itu besarnya bukan main, bagaimana cara transfernya, bagaimana menerimanya, bagaimana wujudnya," Novanto menandaskan. 

KPK sebelumnya menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Setya Novanto diduga telah melakukan tindakan korupsi dengan menguntungkan diri sendiri atau orang atau korporasi dalam pengadaan proyek e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, keputusan penetapan tersangka diambil setelah mencermati fakta persidangan Irman dan Sugiharto terhadap kasus e-KTP tahun 2011-2012 pada Kemendagri.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan SN, anggota DPR sebagai tersangka dengan tujuan menyalahgunakan kewenangan, sehingga diduga mengakibatkan negara rugi Rp 2,3 triliun," ujar Agus di Gedung KPK, Jakarta, Senin 17 Juli 2017. 

Saksikan video di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.