Sukses

Mensos: Berbahaya Kalau Radikalisme Dibiarkan

Menurut Khofifah, radikalisme juga terjadi akibat derasnya arus informasi yang beredar di media sosial dan intermet.

Liputan6.com, Surabaya - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa memperingatkan bahaya gerakan anti-Pancasila dan radikalisme yang juga merebak, serta menyasar kalangan pelajar dan mahasiswa. Dia mengatakan, sejumlah survei memaparkan hasil yang cukup mencengangkan.

Penelitian Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebutkan, benih radikalisme di kalangan remaja Indonesia dalam tahap mengkhawatirkan. Sebanyak 6,12 persen menyatakan setuju bahwa pengeboman yang dilakukan Amrozi cs karena merupakan perintah agama.

Sebanyak 40,82 persen responden menjawab "bersedia", dan 8,16 persen responden menjawab "sangat bersedia" melakukan penyerangan terhadap orang atau kelompok yang dianggap menghina Islam.

"Umumnya pelajar yang dimaksud siswa SMA dan mahasiswa atau di kalangan perguruan tinggi. Bahaya kalau ini terus dibiarkan," ujar Khofifah di Yayasan Taman Pendidikan Sosial NU Khadijah, Kota Surabaya, Jawa Timur, Sabtu 15 Juli 2017.

Survei SMRC juga menyebutkan, ada 9,2 persen responden yang setuju NKRI diganti menjadi negara khilafah atau negara Islam.

Ada pun dalam survei Wahid Foundation, lanjut Khofifah, 7,7 persen responden bersedia melakukan tindakan radikal bila ada kesempatan dan sebanyak 0,4 persen justru pernah melakukan tindakan radikal.

Dia mengatakan, angka yang disebutkan tersebut mungkin terbilang kecil. Namun demikian, tetap merupakan suatu ancaman karena bukan tidak mungkin jumlahnya semakin besar dan mengganggu stabilitas keamanan dan politik bangsa.

"Pergerakan mereka tidak statis. Penyebaran pengaruh juga dilakukan dengan serangkaian perekrutan anggota baru, pelatihan dan pendidikan kader yang dilakukan secara masif," kata Khofifah seperti dikutip Antara.

Khofifah menuturkan, selain karena pengaruh pengajar, radikalisme juga terjadi akibat derasnya arus informasi yang beredar di media sosial dan internet. Lantaran tidak ada filter, informasi yang beredar pun menjadi tidak terkendali.

"Jadi kalau mau berguru atau mencari ilmu harus jelas siapa yang menjadi rujukan sehingga tidak salah ajar" pungkas Khofifah.


Saksikan video menarik di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.