Sukses

Pro-Kontra Perppu Ormas

Mendesak, alasan pemerintah mengeluarkan Perppu Ormas. Namun, lahirnya perppu ini menjadi awal dari sebuah cerita baru di negeri tercinta.

Liputan6.com, Jakarta - Mendesak, alasan yang diutarakan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Undang-Undang Ormas yang lama tidak lagi memadahi sebagai sarana untuk mencegah meluasnya ideologi yang membahayakan Pancasila.

Perppu tersebut lahir setelah pemerintah mengendus adanya kegiatan ormas yang dinilai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Perppu inilah yang menjadi amunisi pemerintah untuk membatalkan izin suatu ormas, melalui Kementerian Hukum dan HAM.

"Berdasarkan Keputusan MK Nomor 139/PUU-Vll/2009, Presiden bisa mengeluarkan Perppu atas dasar kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang," melalui Menko Polhukam Wiranto di Ruang Parikesit, Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu 12 Juli 2017.

Selama ini, lanjut dia, UU Ormas merumuskan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila secara sempit. Sementara paham-paham tersebut berkembang pesat.

Pemerintah menilai perppu ini dibuat semata untuk melindungi ideologi kebangsaan dan bukan untuk memberi batas kebebasan berdemokrasi.

"Perppu sudah dikeluarkan 10 Juli 2017. Pemerintah mengharap masyarakat tenang dan dapat menerima Perppu secara jernih dan matang. Karena Perppu tak maksud membatasi kegiatan ormas, tapi semata untuk merawat kesatuan persatuan bangsa," kata Wiranto.

Pengunjung mengabadikan lambang Garuda di Museum Nasional, Jakarta, Jumat (2/6). Pameran digelar dari 2 hingga 15 Juni 2017, sebagai rangkaian kegiatan hari kelahiran Pancasila yang jatuh tanggal 1 Juni. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dia menegaskan, kehadiran Perppu Ormas ini bukan untuk mendiskreditkan para ormas Islam. Dia pun meminta agar publik jangan sampai memiliki persepsi keliru yang memisahkan antara pemerintah dan masyarakat muslim Indonesia.

"Perlu kita garis bawahi bahwa perppu tak mendiskreditkan ormas Islam. Tidak diarahkan mencederai keberadaan ormas Islam. Jangan sampai ada tuduhan atau pemikiran bahwa ini akan memisahkan pemerintah dengan masyarakat Islam. Bukan sama sekali," tegas dia.

Untuk itu, dia meminta semua pihak dapat mendukung realisasi Perppu Ormas, karena ini juga untuk melindungi masyarakat dari bahaya perpecahan.

"Karena apa? Menyelamatkan bangsa. Menyelamatkan generasi berikutnya. Menyelamatkan NKRI. Menyelamatkan Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan konsensus nasional," tegas dia.

Saat ini, tercatat ada 344 ribu ormas di Indonesia. Pembubaran ormas ini bakal mengacu pada adanya indikasi kelompok yang bermaksud memecah belah bangsa.

"Yang menolak siapa? Jangan kalau-kalau. Masa menyelamatkan negara ditolak? Masa kita menyelamatkan kehidupan bangsa ke depan ditolak? Masa kita ingin melawan organisasi yang nyata-nyata ingin membubarkan negara, ditolak?" Wiranto menandaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kepentingan Politik

Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan, tidak ada kepentingan politik di balik diterbitkannya Perppu Ormas ini. Semua yang dilakukan pemerintah justru untuk kepentingan jangka panjang bangsa.

"Ini semata-mata untuk kepentingan bangsa, tidak ada untuk kepentingan politik jangka pendek pemerintah. Ini untuk kepentingan bangsa jangka panjang," kata Pramono di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Jumat (14/7/2017).

Dia menjelaskan, penerbitan Perppu Ormas sudah melalui kajian dan pembahasan mendalam oleh pemerintah. Menko Polhukam sebagai leading sector sudah mempersiapkan aturan-aturan baru ini kemudian disetujui oleh Presiden sebagai Perppu.

"Sehingga kalau kemudian pemerintah menganggap harus ada langkah-langkah untuk kepentingan bangsa jangka panjang. Kalau kemudian ada kritik, ini bagian dari penguatan langkah yang dilakukan," imbuh dia.

Politikus PDIP itu yakin, masyarakat akan memahami tujuan utama pemerintah menerbitkan Perppu Ormas. Di sisi lain, masyarakat juga harus mengerti yang sedang diselamatkan adalah ideologi bangsa, NKRI dalam jangka panjang.

"Sekarang ini Indonesia, terutama dalam forum-forum internasional, yang saya mendampingi Bapak Presiden, itu selalu menjadi role model. Kalau kemudian di internal sendiri kita bisa saling trust, menurut saya ini menjadi hal yang harus kita selesaikan bersama-sama," ucap Pramono.

3 dari 4 halaman

Protes

Baru beberapa jam diumumkan, Perppu Ormas sudah mendapat tentangan dari sejumlah pihak. Salah satunya dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Organisasi tersebut akan menggugat Perppu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan Perppu akan didampingi kuasa hukum HTI, Yusril Ihza Mahendra.

"Hari Senin nanti (menggugat Perppu). Ya kita maju dengan pembelanya Profesor Yusril," ujar Juru Bicara HTI, Ismail Yusanto di Kantor DPP HTI, Jakarta, Rabu malam, 12 Juli 2017.

Sementara kuasa hukum HTI, Yusril Ihza Mahendra menegaskan soal rencana gugatan tersebut. Ia dan HTI yakin perlawanan menggugat Perppu itu sah dan sesuai hukum.

"HTI memberikan kuasa kepada saya untuk memberikan perlawanan atas terbitnya Perppu ini. Perlawanan yang dilakukan sah dan konstitusional kami akan melawan melalui pengadilan," kata Yusril.

Gugatan dilayangkan agar Mahkamah Konstitusi (MK ) membatalkan beberapa pasal dalam Perppu tersebut. Ada beberapa pasal yang dianggapnya mengkhawatirkan dalam kehidupan bernegara.

"Terutama yang sangat mengkhawatirkan kami adalah Pasal 59 ayat 4 bahwa dikatakan Ormas dilarang yang menganut menyebarkan faham bertentangan Pancasila," ujar Yusril.

Dia menilai pasal tersebut hanya dijelaskan secara singkat terkait makna bertentangan dengan Pancasila. "Bertentangan dengan Pancasila yang seperti apa? Ada dijelaskan sedikit antara lain atheisme, fasisme, komunisme dan seterusnya. Itu kan hanya contoh saja," imbuh Yusril.

Tidak hanya itu, ada juga pasal yang dianggap bertentangan dengan KUHP. Yusril memberi contoh adanya hukuman yang berbeda pada ormas yang melakukan SARA.

"Ada ketidakjelasan dan ketumpangtindihan pasal-pasal ini. Ormas yang melakukan penodaan terhadap agama, ras dan lain-lain itu juga di Pasal 126 dari KUHP tapi sanksi hukumnya berbeda. Jadi mana yang mau dipakai? Ini tidak menjamin adanya suatu kepastian hukum," ujar Yusril.

Juru Bicara Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto, menganggap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan akan digunakan untuk membubarkan kelompok tersebut.

"Secara legal formal ini untuk general, tetapi kita dan publik tahu lah bahwa ini untuk HTI (Perppu Ormas). Karena niatnya (pemerintah) dari awal membubarkan HTI," kata Ismail di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7/2017).

Juru bicara HTI, Ismail Yusanto memberikan pernyataannya saat menghadiri sebagai narasumber dalam diskusi polemik di Jakarta, Sabtu (15/7). Diskusi tersebut bertemakan

Menurut dia, usia HTI tak akan lama lagi. Bahkan dia mengatakan, bisa saja, pekan depan HTI dibubarkan.

"Kita memperkirakan minggu depan kita sudah dibubarkan," ucap Ismail.

Dia menjelaskan, dalam perppu, pemerintah hanya wajib memberikan satu kali peringatan. Perhitungannya hanya satu minggu sejak Perppu Ormas diterbitkan.

"Jadi bukan dihitung sejak diterima oleh ormas. Bila tidak diindahkan maka dicabut status hukumnya. Ya bisa saja dalam waktu sepekan seperti perhitungan saya tadi. Ketika surat belum diterima dan substansi teguran tidak jelas ormas sudah dibubarkan. Karena niat dari awal ingin membubarkan HTI," tandas Ismail.

Pengamat politik Ray Rangkuti menganggap penerbitan Perppu Ormas kurang tepat. Menurut dia, hal tersebut akan berdampak pada situasi politik di Indonesia.

"Ketika keluar Perppu ini kita jadi terkejut. Saya pikir pemerintahan Joko Widodo melakukan kecerobohan yang berdampak pada politik," ujar Ray di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, (15/7/2017).

Demikian pula dengan pakar hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie, tidak setuju dengan Perppu Ormas yang baru saja dikeluarkan pemerintah.

Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini, perppu harus diterbitkan dalam keadaan darurat. Keadaan darurat menurut hukum internasional dan konstitusi Indonesia, harus dideklarasikan terlebih dulu.

Ketua DKPP RI Jimly Asshiddiqie tiba untuk melakukan pertemuan dengan pimpinan KPK di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (2/3). Kedatangan Jimly untuk beraudiensi terkait rencana diskusi pemberantasan korupsi ke depan. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Dia menilai perppu merupakan produk yang tidak tepat karena dikeluarkan dalam kondisi tidak genting. Ini sesuai dengan fitrah undang-undang darurat yang menjadi cikal bakal dari perppu. Hal itu tertuang dalam konstitusi RIS (Undang-Undang Dasar Sementara).

"Dia undang-undang yang ditetapkan oleh negara dalam keadaan darurat. Berarti harus dideklarasikan dulu, negara dalam keadaan darurat, apakah itu darurat perang, militer, atau darurat sipil," kata Jimly saat menjadi pembicara dalam diskusi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama Yayasan Tifa, di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Juli 2017.

Begitu kembali lagi ke UUD 1945, maka istilah undang-undang darurat diganti menjadi peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang disingkat perppu. Sekalipun berganti istilah, Jimly berpendapat, negara tetap harus mendeklarasikan situasi darurat yang menghendaki produk hukum itu terbit.

Namun, Jimly setuju dengan substansi isi dari Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas. Kenapa?

"Karena memang harus ada pengaturan yang pasti bahwa organisasi, yang bertentangan Pancasila dan UUD dan organisasi yang mengajarkan kebencian, itu harus dilarang. Tapi saya konsisten dengan menerbitkan Perppu Ormas, tidak tepat," Jimly menjelaskan.

4 dari 4 halaman

Berhak Menggugat

Menteri Koordinator Politik Hukum Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan ormas yang dibubarkan masih memiliki hak untuk mengajukan gugatan hukum. Gugatan yang diajukan berupa permohonan peradilan.

"Karena setelah Perppu Ormas ini keluar, toh suatu saat nanti ada ormas yang nyata dinilai menyimpang dari Pancasila, UUD 1945, menentang NKRI, dan tatkala dinyatakan dicabut izinnya masih berhak untuk masuk ke ranah peradilan. Masih berhak untuk menggugat," kata Wiranto di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (14/7/2017).

Perppu ini, lanjut dia, tidak memberi batasan kepada masyarakat untuk berorganisasi. Namun, pemerintah berharap kebebasan yang diberikan tidak disalahartikan dengan memunculkan pemikiran yang membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Pemerintah (lewat Perppu Ormas) memberi kebebasan menyatakan pendapat, berkelompok membuat organisasi, catatannya jangan sampai kebebasan disalahgunakan. Tatkala kebebasan diekspresikan mempengaruhi, mengacau ideologi negara, itu tidak boleh," tandas Wiranto.

Sejumlah parajurit TNI mengikuti pawai dengan membawa lambang Garuda Pancasila di Jl Malioboro, Yogyakarta,  (01/6/2016).Pawai di selenggarakan untuk memperingati hari lahir Pancasila.(Boy Harjanto)

Terlebih, pemerintah sudah mempertimbangkan berbagai aspek sebelum memutuskan sesuatu. Pada kasus Perppu Organisasi Kemasyarakatan ini, pemerintah sudah berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi.

"Kami juga tentunya melakukan konsultasi dengan MK," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (14/7/2017).

Pemerintah yakin dengan keputusan dan kebijakan yang diambil. Dengan perhitungan yang cermat dan hati-hati tentu menjadi dasar yang cukup bagi pemerintah untuk memutuskan sesuatu. Oleh karena itu, pemerintah mempersilakan masyarakat mengajukan gugatan jika tidak berkenan.

Demikian pula dengan MK. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mempersilakan ormas, termasuk Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), untuk uji materi Perppu Ormas. Menurut Arief, setiap warga negara mempunyai hak untuk mengajukan perkara.

"Prinsipnya memang pasif, menanti perkara yang masuk ke sini," ucap Arief di Kantor MK, Jakarta Pusat, Jumat (14/7/2017).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.