Sukses

Terdakwa Korupsi E-KTP Sugiharto Baca Pleidoi Sambil Menangis

Terdakwa kasus korupsi e-KTP, Sugiharto, meminta agar majelis hakim dapat memberikan hukuman yang ringan terhadapnya.

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Sugiharto mengaku sangat menyesal telah melakukan korupsi terkait pengadaan e-KTP sehingga merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. Bahkan, saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi, Sugiharto tak kuasa menitikkan air matanya di depan majelis hakim dan Jaksa KPK.

Dalam kesempatan ini, mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemendagri itu juga meminta agar majelis hakim dapat memberikan hukuman yang ringan terhadapnya.

"Dengan kerendahan hati, saya mohon pada majelis hakim memberi keringanan hukuman kepada saya. Sehubungan dengan hal-hal yang saya uraikan tanpa maksud untuk melawan. Dengan kesadaran dan penyesalan mendalam, saya serahkan pada majelis hakim untuk menilai," kata dia saat membacakan pledoi sambil menangis di PN Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (12/7/2017).

Sugiharto juga siap menerima berapa pun vonis majelis hakim yang dijatuhkan kepadanya. Ia akan tetap membantu KPK dalam memberantas korupsi.

"Semua putusan apa pun akan saya terima dengan ikhlas. Sebagai aparat pemerintah, saya junjung tinggi agar KPK berantas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme)," kata dia.

Sebelumnya, jaksa KPK meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor agar menjatuhkan hukuman kepada terdakwa kasus megakorupsi e-KTP Irman dengan 7 tahun penjara dan Sugiharto selama 5 tahun penjara.

Selain itu, Irman selaku mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara. Sementara, kepada Sugiharto selaku mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek e-KTP di Kemendagri dengan denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.

Irman dan Sugiharto dinilai secara sah dan meyakinkan oleh jaksa, telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam proyek e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

Atas perbuatannya di kasus korupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto didakwa jaksa melanggar Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

Saksikan video di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.