Sukses

Agar Wacana Pemindahan Ibu Kota Tak Sekadar Komoditas Politik

Apakah rencana pemindahan Ibu Kota Jakarta 2018 dapat terealisasi atau kembali jadi angin lalu?

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas, tengah menggodok rencana pemindahan Ibu Kota Jakarta. Palangkaraya salah satu kota yang disebut menjadi kandidat yang akan menggantikan Jakarta. Meski demikian, wacana ini bukan pertama kali dilontarkan.

Wacana pemindahan Ibu Kota Jakarta sudah muncul sejak era Presiden Sukarno. Kala itu, Sukarno mewacanakan ibu kota berada di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Era Presiden Soeharto diwacanakan pusat pemerintahan digeser ke Jonggol, Kabupaten Bogor. Pemilihan Jonggol karena jarak dengan Jakarta yang relatif dekat, yaitu sekitar 40 kilometer.

Baik ide Sukarno maupun Soeharto, wacana pemindahan ibu kota menjadi angin lalu. Tidak ada tindak lanjut atau upaya merealisasikan gagasan tersebut. Sampai pada kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, wacana pemindahan ibu kota kembali muncul.

SBY, sebutan Susilo Bambang Yudhoyono, mewacanakan pusat pemerintahan diperluas hingga Sukabumi dan Purwakarta. Senasib dengan gagasan sebelumnya, wacana ini pun larut begitu saja.

"Pemerintah harus mengkonkretkan wacana tersebut lebih detil. Misalnya melalui Keputusan Presiden, Keputusan Pemerintah, atau melalui DPR dengan produk undang-undangnya," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Palangkaraya, Profesor Danes Jaya Negara saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (6/7/2017).

Dengan adanya payung hukum tersebut, pemerintah lalu dapat mengambil langkah Rencana Pembangunan Jangka Menengah guna merealisasikan pemindahan Ibu Kota Jakarta.

"Sehingga terlihat ada kesungguhan dan bukan jadi komoditas politik saja. Apalagi kalau ada rencana mulai dilaksanakan 2018, tahun tersebut sudah ramai dengan isu politik," ujar Danes.

Sejauh ini, kata Danes, pemerintah belum melibatkan akademisi setempat untuk menilai potensi di Palangkaraya sebagai bakal calon ibu kota Jakarta, guna melihat enam aspek yang dimiliki sebuah daerah untuk menjadi sebuah ibu kota. Adapun enam aspek itu meliputi geologi dan geografi, transportasi, sumber daya alam, pertahanan dan keamanan, aksesibilitas, dan sosial ekonomi.

"Rawan bencana atau tidak, apakah ada ketersediaan lahannya, aksesnya bagaimana," terang Danes.

Riset yang dilakukannya pada 2012 lalu menyebutkan bahwa Palangkaraya dan sekitarnya memenuhi enam aspek tesebut. Perhitungan Danes, pembangunan ibu kota membutuhkan 300 ribu hektare yang melingkupi wilayah Palangkaraya, Gunung Mas, dan Katingan.

"Kalau hanya Kota Palangkaraya itu tidak mungkin. Karena dia sudah menjadi kota. Kalau diubah menjadi ibu kota maka menggusur seluruh aspek yang ada di sana," terang Danes.

Dia memperkirakan rencana pemindahan ibu kota dapat berjalan lima tahun ke depan dengan pembagian kerja per satu tahun.

Tahun pertama pemerintah mengenai kajian wilayah yang akan dijadikan ibu kota. Tahun kedua landscape, selanjutnya site plan, tahun keempat mengenai skema pembiayaan, dan kelima adalah tahap awal pembangunan.

"Jadi perspektifnya tidak hanya soal memindah, tapi kerangka besar Indonesia ke depan," jelas Danes.

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.