Sukses

Maut di Gerbong Kereta: Kesaksian Para Masinis

Menyalahkan masinis adalah cara paling gampang untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari buruknya sistem dan sarana transportasi kita. Dan itu terus berulang.

Liputan6.com, Jakarta: Sabtu dini hari silam, puluhan nyawa tercerabut di Stasiun Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah. Saat sebagian besar penumpang masih terlelap, KA Argo Bromo Anggrek menabrak KA Senja Utama jurusan Jakarta-Semarang. Tabrakan terjadi saat KA Senja Utama tengah berhenti sekitar pukul 03.00 WIB. Akibatnya, sejumlah gerbong Senja Utama terbalik berikut penumpang di dalamnya.

Data terakhir menyebutkan, jumlah korban tewas dalam kecelakaan ini 34 orang, puluhan lainnya luka-luka. Komite Nasional Keselamatan Transportasi pun bekerja mencari penyebab terjadinya malapetaka ini. Namun, ketika KNKT belum menyimpulkan apa-apa, pihak PT Kereta Api rupanya punya analisa sendiri. Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Tundjung Inderawan mengatakan bahwa kecelakaan disebabkan kesalahan masinis [baca: Dirjen Perkeretaapian: Kecelakaan KA Salah Masinis].

Pernyataan ini memang sesuatu yang jamak setiap kali terjadi kecelakaan kereta yang sangat kerap itu. Menyalahkan masinis adalah cara paling gampang untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari buruknya sistem dan sarana transportasi kita. Hal itu pula yang dikeluhkan Slamet Suradio, masinis kereta saat Tragedi Bintaro pada 1987 silam. Dalam kecelakaan yang menewaskan 153 orang dan 300 luka-luka itu, dia menanggung semua akibatnya.

Vonis pengadilan menyatakan dia harus dipenjara lima tahun, meski dia hanya menjalani selama 3,5 tahun kurungan. Tak hanya itu, dia juga harus kehilangan pekerjaan yang telah dia geluti sejak puluhan tahun itu. "Sampai kini saya tak dapat pensiun," ujar Slamet lirih dalam tayangan dialog Barometer SCTV, Rabu (6/10) malam. Kini, dia pun sakit-sakitan dan hidup dalam keprihatinan. Pengabdian selama 20 tahun memandu kereta besi itu seolah tak berbekas.

Cerita Slamet sebenarnya tidaklah istimewa, karena masinis lain pun merasakan hal yang sama. Dengan gaji yang tergolong kecil, seorang masinis harus siap menjadi "kambing hitam" atas bobroknya kondisi kereta api kita. Hal itu ditambah dengan padatnya jadwal kerja, sehingga kadang bekerja pun sambil mengantuk. Tapi, yang lebih memprihatinkan adalah kondisi sarana yang buruk. "Namanya juga kereta beli bekas, bagaimana mau bagus," tegas Agus Nurohman, salah seorang masinis kereta rel listrik Jabodetabek [baca: Gaji Kecil, Masinis Kerja Sambilan].

Katerangan ini diperkuat Ketua Serikat Pekerja Kereta Api Jabodetabek Pupu Saepullah. Menurutnya, kecelakaan kereta tidak mutlak karena masinis, selalu saja ada human error dan technical error. Namun, faktor terbesar adalah pada sistem tranportasi nasional yang sangat kacau. Status sebagai kereta bekas, kurangnya perawatan, dan sistem kanibal untuk memperbaiki kerusakan serta penggantian suku cadang adalah sebagian dari kebobrokan itu. "Keretanya bekas, tapi harga tiketnya dinaikkan, ini tidak benar," ujar Pupu [baca: Masinis Bukan Pekerjaan yang Sederhana].

Banyak hal dalam keseharian seorang masinis yang selama ini luput dari perhatian masyarakat. Beratnya beban kerja mereka tak pernah seimbang dengan penghargaan yang didapat. Selengkapnya dapat disimak dalam tayangan video Barometer SCTV. Dengarkan pula kisah para korban yang selamat, keluarga yang harus kehilangan kerabat mereka, serta relawan yang ikut membantu mengevakuasi korban. Selamat menyaksikan.***


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini