Sukses

KPK Sesalkan Penangkapan Gubernur Bengkulu, Mengapa?

Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti ditetapkan sebagai tersangka suap proyek peningkatan jalan di Provinsi Bengkulu.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan penangkapan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dan sang istri, Lily Martiani Maddari. Pasangan suami istri tersebut terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh penyidik KPK di Bengkulu.

Ridwan yang merupakan pria kelahiran Palembang, Sumatera Selatan itu sebelumnya sempat meminta kepada KPK untuk mengawasi daerahnya dari tindak pidana korupsi. Namun, kini Ridwan ditetapkan sebagai tersangka suap proyek peningkatan jalan di Provinsi Bengkulu.

"Dia sudah mencanangkan sebetulnya akan menjadikan Bengkulu daerah bebas korupsi," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, (21/6/2017).

Alex sangat menyayangkan upaya awal Ridwan untuk memerangi rasuah di provinsi yang berulang kali tersandung korupsi itu justru berujung korupsi.

Menurut Alex, Bengkulu merupakan salah satu provinsi yang terdapat kegiatan koordinasi supervisi pencegahan korupsi. Ada empat bidang yang didorong di Provinsi Bengkulu, yakni e-planning, e-budgeting, e-procurement, dan e-pelayanan terpadu satu pintu atau mengajukan penguatan APIP.

"Kembali lagi, bahwa pengadaan barang dan jasa di daerah ‎itu masih menjadi pusaran korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat di daerah," papar dia.

Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti bersama istrinya Lily Martiarti Madari dan dua orang pengusaha, Rico Dian Sari dan Jhoni Wijaya, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek peningkatan jalan di Bengkulu.

Ridwan dan Lily diduga menerima uang suap sebesar Rp 1 miliar dari Jhoni selaku Direktur PT SMS melalui Rico. Rp 1 miliar tersebut bagian dari fee awal sebesar Rp 4,7 miliar lantaran PT SMS dimenangkan untuk menggarap dua proyek senilai Rp 53 miliar.

Atas perbuatannya sebagai penerima suap, Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, Lily, dan Rico disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara itu, Johni sebagai pemberi suap diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Saksikan video di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.