Sukses

Mantan Ketua MK Beber Alasan Pilkada Buton Diulang

Hamdan Zoelva menjadi saksi kasus dugaan suap bupati nonaktif Buton Samsu Umar Abdul Samiun kepada Akil Mochtar sebesar Rp 1 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengatakan, Pilkada Buton diulang karena terjadi pelanggaran. Saat itu MK memutuskan untuk menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan verifikasi ulang.

Hal itu diungkapkan Hamdan saat dihadirkan menjadi saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam kasus dugaan suap bupati nonaktif Buton Samsu Umar Abdul Samiun kepada Akil Mochtar sebesar Rp 1 miliar.

Setelah memutuskan PSU, KPUD wajib melaksanakan PSU putusan MK sesuai batas waktu yang sudah ditetapkan MK. Kemudian, kata Hamdan, hasil PSU itu dilaporkan kembali kepada MK apakah masih terdapat pelanggaran atau tidak.

"Dari hasil laporan KPUD, Pak Umar (terdakwa) memang mendapat suara terbanyak. Dan berdasarkan laporan KPUD tidak menemukan pelanggaran dalam PSU," ujar Hamdan Zoelva dalam sidang di PN Tipikor, Jakarya Pusat, Senin 19 Juni 2017.

Hamdan Zoelva mengungkapkan, sebelum menggelar sidang putusan, para hakim panel lebih dulu melaporkan hasil sidang dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) di hadapan sembilan hakim MK yang digelar tertutup.

Hasil pengambilan keputusan dalam RPH itu yang kemudian dibawa dalam sidang pengambilan keputusan yang digelar dalam sidang terbuka.

"Dalam laporan RPH masing-masing hakim panel membacakan hasil sidang. Setelah mendengarkan maka diambil keputusan. Dalam keputusannya menetapkan Pak Umar sebagai peraih suara terbanyak," Hamdan Zoelva menandaskan.

Dalam dakwaan, jaksa menyebut Samsu Umar memberikan uang Rp 1 miliar kepada Akil untuk mempengaruhi putusan akhir perkara MK No: 91-92/PHPU.D-IX/2011 tanggal 24 Juli 2012, tentang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Buton Tahun 2011.

"Terdakwa memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan untuk diadili," kata jaksa di PN Tipikor, Jakarta, Senin 12 Juni 2017.

Samsu didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Saksikan video menarik di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.