Sukses

8 Desa di Yogya Ini Libatkan Disabilitas dalam Pembangunan

Para kaum disabilitas juga tidak segan berbaur dengan masyarakat sampai akhirnya memiliki organisasi tersendiri setingkat Karang Taruna.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah kerap mengabaikan peran kelompok disabilitas dalam hal pembangunan. Tapi, tidak dengan 8 desa di Yogyakarta ini. Desa-desa tersebut menjadi percontohan desa yang ramah bagi kaun disabilitas.

Hal ini tidak lepas dari peran kelompok disabilitas di setiap desa. Direktur Eksekutif Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (Sigap) Muhammad Joni Yulianto, mengatakan dana desa yang dikucurkan pemerintah sangat besar setiap tahunnya. Dana yang diterima antara Rp 800 juta hingga Rp 1 miliar.

Sigap turun langsung mendampingi desa untuk mewujudkan desa inklusif. Pendampingan tidak hanya soal kebutuhan kaum berkebutuhan khusus, tapi masuk pada tata kelola pemerintahan.

"Mengajak desa supaya proses pembangunannya lebih melibatkan, mendengarkan aspirasi penyandang disabilitas. Akhirnya udah jalan 2 tahun mereka sudah dari dana desa itu menganggarkan untuk program yang terkait pemberdayaan penyandang disabiltas," jelas Joni saat diskusi Nawacita dan Pemenuhan Hak Kelompok Disabilitas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (16/6/2017).

Kedelapan desa itu berada di Sidorejo, Gulurejo, Wahyurejo, Bumirejo, Ngentakrejo, dan Jatirejo, kecamatan Kulonprogo. Sedangkan dua desa lagi berada di Sleman, yakni Desa Sendang Adi dan Sendang Tirto.

Masyarakat juga diberi pendidikan dan pengetahuan soal disabilitas. Di sisi lain, para disabilitas juga tidak segan berbaur dengan masyarakat sampai akhirnya memiliki organisasi tersendiri setingkat Karang Taruna.

"Sekarang organisasi disabilitas mereka di delapan desa ini sudah seperti karang taruna. mereka diakui desa dapat anggaran," imbuh dia.

Desa juga diajak membuat sistem informasi terpadu. Aparat diajarkan membuat data kependudukan yang baik, termasuk pembaharuan data disabilitas. Sebab, data yang akurat akan memudahkan pemerintah desa sekalipun untuk menyusun program.

"Sekarang kalau mereka mau buat program pemberdayaan sudah tidak mengacu kepada program sebelumnya. Mereka melihat data itu, program berdasar basis. Kenapa perlu kebanyakan desa kan hanya copy paste, terus infrastruktur saja yang gampang. Sekarang mereka sudah bikin pemberdayaan," jelas dia.

Pembangunan infrastruktur juga diarahkan kepada hal-hal yang inovatif. Terutama tetap nyaman bagi kelompok disabilitas dalam beraktivitas di desa itu. Saat ini, Joni mengklaim kantor desa pelayanannya lebih baik dari kantor kabupaten.

"Justru itu, kuncinya di situ, keterlibatan. Di desa kan ada musrembangdes, mereka yang sebelumnya enggak diundang sekarang terlibat bersuara, kebutuhannya apa. Karena sekarang mereka sudah punya organisasi mereka sebelum ada musrembangdes sudah kumpul dulu mau usulkan program apa," pungkas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.