Sukses

132 Guru Besar Hukum Sebut Hak Angket KPK Cacat

Mahfud MD menilai pengguliran hak angket dan pembentukan pansus hak angket dianggap ilegal.

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 132 guru besar hukum dari universitas negeri dan swasta menandatangani kajian Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) dan Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, tentang hak angket yang digulirkan anggota DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hasil kajian tersebut, para guru besar menilai hak angket DPR terhadap lembaga antirasuah cacat hukum. Sebab, parlemen dianggap salah objek perkara dan mengarah ke inkonstitusional.

‎Hasil kajian tersebut diserahkan langsung oleh Ketua Umum DPP APHTN-HAN Mahfud MD dan Direktur Pusako Amsari ke Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, hari ini.

"Jika diamati, hak angket yang digulirkan anggota DPR RI untuk menyelidiki KPK, terdapat dua permasalahan yang membuat hak angket ini ilegal atau cacat," ujar Mahfud, Rabu (14/6/2017).

Mahfud menjelaskan, dua masalah tersebut yakni cacat objek yang diselidiki dan cacat subjek yang diselidiki. Berdasarkan kajian Pasal 24 UUD 1945, Pasal 3 UU KPK, dan Pasal 79 ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, hak angket DPR terhadap KPK cacat subjek.

"Sementara objeknya dianggap cacat, karena hasil kajian Pasal 79 ayat 3‎ UU MD3," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Hak angket yang diusulkan oleh 26 anggota DPR pada 19 April 2017 lalu, kata Mahfud, dianggap sebagai modus baru untuk menyerang KPK. Mahfud dan guru besar lainnya beranggapan hak angket melawan ketentuan undang-undang.

"Modus hak angket merupakan pola baru menyerang kredibilitas KPK dalam membongkar perkara korupsi. Tentu sebagai upaya corruptors fight back, hak angket terhadap KPK sangat dipaksakan dan cenderung melawan ketentuan undang-undang yang berlaku," dia menegaskan.

Dengan begitu, Mahfud mengimbau, DPR harus bersikap sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Menggulirkan hak angket dan pembentukan pansus hak angket KPK dianggap ilegal.

"DPR harus bersikap sesuai ketentuan perundang-undangan ‎dan aspek-aspek ketatanegaraan yang telah ditentukan menurut UUD 1945," Mahfud menandaskan.

 

 

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.