Sukses

Penyebar Chat Palsu Kapolri Pernah Ikut Aksi 212

Fadil tak mempermasalahkan sikap HP yang membela ulama, tapi aksi pembelaannya tidak perlu menggunakan unsur kebencian dan provokasi.

Liputan6.com, Jakarta - Pemilik akun instagram @muslim_cyber1, HP ditangkap polisi. Lantaran ia diduga membuat dan menyebarluaskan chat palsu Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

Berdasarkan pemeriksaan sementara, HP ternyata hanya ingin membela para ulamanya yang dianggap dihina di media sosial. Bahkan, ia juga sempat ikut kegiatan aksi damai 2 November 2016 lalu di kawasan Monas, Jakarta Pusat.

"Dalam beberapa kegiatan dia sering ikut. Contohnya aksi 212," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (30/5/2017).

Meski pernah ikut dalam serangkaian aksi, namun Fadil memastikan HP bukanlah anggota organisasi kemasyarakatan (ormas) tertentu. "Dia bukan anggota ormas," ucap dia.

Fadil mengaku tak mempermasalahkan sikap dari HP yang membela para ulama. Hanya saja, kata dia, aksi pembelaannya tidak perlu menggunakan unsur kebencian dan provokasi.

"Dia boleh saja membela, tidak dilarang. Yang kami pidanakan adalah adanya unsur kebencian dan memprovokasi masyarakat dalam postingannya," terang Fadil.

Sebelumnya, HP ditangkap di rumahnya, Jalan Damai, Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada Selasa 23 Mei 2017 lalu. Dari tangan tersangka, polisi mengamankan barang bukti berupa satu telepon genggam dan dua kartu SIM.

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto mengatakan, chat palsu itu berisi tentang percakapan antara Kapolri Tito dengan Argo terkait penanganan kasus dugaan chat mesum yang dituduhkan pada pemimpin Front Pembela Islam, Rizieq Shihab dengan wanita bernama Firza Husein.

Akibat perbuatannya, HP diancam Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 huruf a ayat 2 UU No 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf b angka 1 UU No 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

"Undang-undang ITE ancaman hukuman enam tahun. Kemudian Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis ancaman hukuman paling lama lima tahun," tutup Setyo.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini