Sukses

Kata Menhan Ryamizard dan Agum Gumelar soal Puisi Panglima TNI

Menurut Ryamizard, daripada masyarakat mencari-cari kesalahan, lebih baik memperbaiki dan mencari kebenaran maksud puisi Panglima TNI.

Liputan6.com, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo kini menjadi sorotan publik karena puisinya di Rapimnas Partai Golkar, yang dinilai sebagai kritikan untuk pemerintah.

Terkait hal itu, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu angkat bicara. Dia berharap pembacaan puisi tersebut bukanlah untuk mengkritik pemerintah.

"Saya belum dengar, jadi mudah-mudahan arahnya bukan ke situ lah. Kalau saya selalu berpikir baik, positif, bersih hati. Tapi kita ini semua mencari kebenaran. Jangan mencari-cari kesalahan," ucap Ryamizard di kantornya, Jakarta, Rabu (24/5/2017).

Menurut Ryamizard, daripada masyarakat mencari-cari kesalahan, lebih baik berusaha memperbaiki dan mencari kebenaran maksud isi puisiPanglima TNI.

"Kalau cari kesalahan, enggak ada salah dicari-cari. Tapi kalau mencari kebenaran, oh ini salah diperbaiki. Itu bedanya," dia menegaskan.

Senada, Ketua Umum DPP Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI/Polri (Pepabri) Agum Gumelar mengimbau semua pihak agar tidak mencari-cari kesalahan.

"Saya belum dengar, tapi betulah kita harus cari kebenaran. Jangan mencari kesalahan. Kalau mencari kesalahan gampang sekali," ujar Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan Kabinet Persatuan Nasional era Presiden Gus Dur itu.

Puisi Gatot

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menjadi pembicara dalam Rapimnas Partai Golkar di Balikpapan, Kalimantan Timur. Di sela memberikan materi, Gatot sempat membacakan puisi.

Puisi ini berjudul 'Tapi Bukan Kami' karya Denny JA. Melalui puisi ini, Gatot mengingatkan masih ada ketidakadilan sosial.

"Lihatlah aneka barang, dijualbelikan orang. Oh makmurnya, tapi bukan kami punya. Desa semakin kaya tapi bukan kami punya. Kota semakin kaya tapi bukan kami punya," kata Gatot menyampaikan penggalan puisi, dalam keterangan pers yang diterima Liputan6.com, Selasa 23 Mei 2017.

Mantan KSAD itu kemudian menjelaskan makna dari puisi yang dibacakan itu. Menurut dia, puisi itu merupakan potret tangisan masyarakat dari suatu wilayah.

"Ini tangisan suatu wilayah, dulu dihuni Melayu, di Singapura, sekarang menjadi seperti ini (sambil memperlihatkan slide tentang pengungsi). Kalau kita tak waspada, suatu saat bapak ibu sekalian, anak cucunya tidak lagi tinggal di sini. Gampangnya, kita ke Jakarta semua teratur rapi, punya Betawi di sana?" kata Gatot.

Selain itu, Gatot juga menyampaikan materi tentang persatuan dan kebangsaan. Isu soal maraknya pengungsi ilegal juga sempat disinggung.

Sementara, pencipta puisi sekaligus aktivis Indonesia Tanpa Diskriminasi, Denny JA, mengatakan cara Gatot membacakan puisi menunjukkan jenderal bintang empat itu sangat peka dengan kondisi masyarakat saat ini.

"Tentu Jenderal Gatot juga merasa isu ketidakadilan sosial adalah penyakit masyarakat," kata Denny.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.