Sukses

Sidang E-KTP Berbuah Hak Angket KPK

Tak seperti biasa, Wakil Ketua DPR Fadli Zon dalam hal ini berbeda haluan dengan koleganya, Fahri Hamzah. Fadli ikut walk out.

Liputan6.com, Jakarta Meski menuai pro dan kontra, hak angket KPK akhirnya disetujui DPR. Pada Jumat siang, Fahri Hamzah sebagai pimpinan sidang paripurna, mengetuk palu sebagai tanda disetujuinya hak angket atau hak penyelidikan terhadap KPK.

"Jadi kita simpulkan bahwa hak angket KPK disetujui," kata Fahri sambil mengetuk palu sidang rapat paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4/2017).

Pernyataan Fahri ini kontan disambut riuh penolakan dari sebagian anggota dewan. Bahkan 3 fraksi di DPR langsung melakukan aksi walk out atau keluar dari ruang sidang, begitu mendengar keputusan itu.

Tiga fraksi tersebut yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerindra, dan Partai Demokrat. "Kita walk out karena kecewa terhadap pimpinan sidang yang tidak mengakomodir suara anggota dewan," kata Sekretaris Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal di Gedung DPR.

Anggota Komisi IV DPR ini menilai, pimpinan rapat hak angket KPK tidak menjalankan mekanisme sesuai peraturan. "Ya sangat kecewa, memutuskan tanpa mengakomodir suara anggota, pimpinan sidang tidak menjalankan mekanisme rapat," ujar Cucun lagi.

Ahmad Muzani dari Fraksi Partai Gerindra mengatakan kecewa kepada pimpinan DPR yang langsung menyetujui hak angket KPK.

"Kita nyatakan dibicarakan dulu (putusan hak angket). Kalau bisa ditunda. Beberapa fraksi nyatakan sikap yang sama. Sebaiknya di skors dulu seperti tradisi yang sudah-sudah, kalau keputusan hasil lobi," tegas Muzani.

Tak seperti biasanya, Wakil Ketua DPR Fadli Zon dalam hal ini berbeda haluan dengan koleganya, Fahri Hamzah. Fadli mengikuti langkah partainya untuk walk out.

"Iya, iya (ikut walk out) juga. Saya mau koordinasi dulu ke fraksi," ujar Fadli yang ditemui usai keluar dari ruang sidang.

Menurut Fadli, aksi walk out yang dilakukan partainya merupakan hal biasa dalam proses pengambilan keputusan. "Tadi sudah kita dengar penyikapan dari fraksi yang ada. Termasuk Fraksi Gerindra yang menolak itu. Kita harus lihat ini sebagai satu hal yang biasa dalam proses penggunaan hak yang semacam ini. Biasa ada pro dan kontra," jelas Fadli.

Tak hanya disambut aksi walk out. Keputusan menyetujui hak angket KPK juga membuat pimpinan sidang DPR dihujani interupsi. Namun, interupsi anggota dewan itu tak dihiraukan Fahri Hamzah. Dia justru mematikan mikrophone anggota dewan yang interupsi.

Akibatnya, banyak anggota dewan yang maju ke tempat duduk pimpinan. Meski begitu, Fahri tak menghiraukan mereka dan langsung menutup sidang paripurna. 

"Kepada anggota kita dengar dulu pidato penutupan sidang Ketua DPR," ucap Fahri.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dari Sidang E-KTP

Wacana hak angket KPK pertama kali bergulir pada pertengahan Maret 2017. Berawal dari keberatan sejumlah anggota Komisi III DPR yang namanya disebut oleh penyidik KPK Novel Baswedan, saat menjadi saksi di persidangan kasus KTP eletronik atau e-KTP.

Fahri Hamzah disebut-sebut sebagai salah satu pencetus wacana tersebut. "Saya malah kepikiran ya, kalau yang kayak begini begini ini, sebaiknya diangket juga, sebab DPR punya kepentingan memperbaiki namanya," kata Fahri, Jumat 10 Maret 2017.

Menurut Fahri, hak angket perlu dilakukan untuk menjaga nama baik DPR serta fraksi-fraksi yang tengah terseret dalam pusaran kasus megakorupsi proyek e-KTP.

Bagai bola panas, wacana ini terus menggelinding hingga akhirnya Komisi III DPR menetapkan menggulirkan hak angket kepada KPK, terkait rekaman anggota Fraksi Partai Hanura , yang mengaku mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III DPR soal kasus e-KTP. Sebab, KPK tak mau membuka rekaman tersebut kepada Komisi III.

Meski demikian, anggota Komisi III Arsul Sani mengatakan, hak angket yang akan diusulkan pihaknya bukan semata karena soal Miryam, meskipun menjadi salah satunya.

"Bukan hanya itu yang menjadi (landasan), di Komisi III itu ada beberapa hal lain. Salah satunya adalah terkait dengan laporan hasil pemeriksaan (LHP) kepatuhan tahun 2015 yang dilakukan BPK terhadap KPK," kata Arsul di Gedung DPR, Senayan, Kamis 20 April 2017.

Arsul menjelaskan, di dalam LHP tersebut BPK menyampaikan temuannya ada tujuh indikasi pelanggaran atau ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan, terkait pengelolaan anggaran di KPK.

"Ini rencana juga menjadi bagian atau materi hak angket yang diinisiasi Komisi III," jelas dia.

Politikus PPP ini menambahkan, di luar soal tujuh indikasi pelanggaran itu ada hal lain, yakni terkait informasi yang masuk ke Komisi III bahwa di KPK sering terjadi kebocoran-kebocoran data.

"Hanya melalui sarana penggunaan hak angket inilah dirasa bisa kita atasi yang sering membocorkan siapa," ujar Arsul.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menambahkan, hak angket yang digulirkan Komisi III DPR bukan semata-mata untuk membuka berita acara pemeriksaan (BAP) Miryam S Haryani dalam kasus proyek e-KTP.

"Bukan soal itu, banyak itu, rapatnya dua kali temuannya banyak. Kalau saya sudah temukan dari dulu kasusnya banyak," kata Fahri.

Menurut dia, sebenarnya keinginan Komisi III yang membentuk hak angket KPK sangat bagus. Hal ini untuk mengungkap persoalan-persoalan yang ada di lembaga antikorupsi itu.

"Saya kira itu positif dan kita sebagaimana semboyan KPK kan kalau kita jujur, ya kita hebat tidak usah takut, itu menurut saya positif untuk dijalankan dan mudah-mudahan itu bisa membuat clear banyak pertanyaan yang selama ini muncul di tengah masyarakat," terang Fahri.

Politikus PKS ini menekankan, hak angket KPK bukan semata-mata untuk menyelidiki kasus per kasus. Melainkan, banyak kasus yang harus di selidiki oleh DPR.

"Bukan kasus per kasus tapi soal keseluruhan karena KPK adalah institusi yang selama ini pengawasan teknisnya tidak ada sementara ada penggunaan kewenangan yang eksesif yang besar sekali. Saya kira memang sudah waktunya setelah 2002 sampai sekarang itu 15 tahun ya harus ada pertanyaan tajam tentang proses penegakan hukum di sana," papar Fahri.

Ia juga menegaskan, upaya DPR menggulirkan hak angket KPK bukan sebagai bentuk intervensi DPR kepada KPK dalam kasus mega proyek e-KTP.

"Kalau DPR tidak ada istilah intervensi, karena dalam pengawasan DPR boleh melakukan apa saja tidak ada istilah intervensi," tandas Fahri.

Dukungan untuk hak angket KPK juga disampaikan politikus Partai Hanura, Dadang Rusdiana. Dia menuturkan, hak angket KPK yang telah disetujui oleh DPR jangan dianggap sebagai bentuk memperlemah KPK.

"Pada dasarnya, secara substansial, saya kira setuju bahwa ini bukan untuk memperlemah KPK. Tapi kan harus dijamin, KPK on the right track," ujar Dadang di Gedung DPR, Jumat (28/4/2017).

Dadang mengatakan, tiga fraksi yang walk out tidak akan mempengaruhi keputusan paripurna. "Itu tidak masalah. Jadi semua akhirnya paripurna menyetujui hak angket oleh DPR," imbuh Dadang.

Setelah disetujuinya hak angket, langkah selanjutnya kata Dadang, DPR akan membentuk Pansus usai reses DPR.

"Pembukaan masa sidang, dibentuk pansus, menyampaikan nama anggotanya. Cuma tadi Gerindra walk out, silakan. Karena inginnya menunggu reses," tutur dia.

3 dari 3 halaman

Respons KPK

Tiga Fraksi di DPR yakni PKB, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat walk out setelah pimpinan DPR menyatakan setuju atas usulan hak angket KPK. Ketiga fraksi itu keluar sidang lantaran interupsi mereka tak didengarkan oleh pimpinan sidang Fahri Hamzah.

Gerindra bahkan berencana membatalkan hak angket KPK yang telah disetujui itu. 

"Gerindra kami tegaskan akan berusaha batalkan keputusan ini dengan Rapat Paripurna lagi. Akan kita bicarakan lagi nanti. Ini tidak pas. Pimpinan memaksa agenda ini dari awal. Seharusnya kan kita dengar pandangan fraksi, karena tidak ada lobi," kata Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani.

Sementara anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu mengaku aneh dengan penolakan terhadap usulan KPK. Dia menyebut, penolak hak angket KPK sebagai orang munafik.

"Munafik semua itu anggota DPR ini, fraksi-fraksi," ujar Masinton di Gedung DPR, Jumat (28/4/2017).

Masinton menyebut walk out dari beberapa fraksi di DPR saat rapat paripurna masih berlangsung sebagai pertunjukan politik munafik. Pasalnya, menurut dia, sejak awal seluruh anggota dewan setuju dengan usulan hak angket KPK.

"Kemudian balik badan atas nama pelemahan atau apa. Padahal mereka (KPK sendiri) yang melemahkan," sebut Masinton.

Wakil Ketua KPK Laode M Sarif mengaku sudah mendengar mengenai putusan DPR yang menyetujui hak angket KPK. Begitu juga tentang hujan interupsi dan walk out sejumlah anggota DPR yang mewarnai rapat paripurna tersebut.

"Apakah hal itu berkonsekuensi terhadap sah atau tidaknya keputusan hak angket tersebut, akan kami pelajari terlebih dahulu," ujar Laode saat dikonfirmasi, Jumat (28/4/2017).

Dia mengatakan, KPK tidak akan pernah membuka rekaman penyidikan politikus Partai Hanura Miryam S Haryani, meski hak angket disetujui semua fraksi di DPR.

"Rekaman hanya akan kami buka di persidangan," kata Laode.

Dia mengaku, pihaknya tak akan berusaha menghalangi para anggota legislatif untuk mengeluarkan hak angket. Namun, Laode juga berharap agar para legislator bisa menghormati proses hukum yang tengah dijalankan KPK.

"KPK tidak akan mencampuri urusan partai, tapi berharap bahwa partai politik memahami sikap KPK yang tidak mau memperlihatkan rekaman dan BAP," tegas Laode.

Dia mengatakan, jika bukti-bukti dibuka, KPK khawatir akan menghambat proses hukum dan dapat berdampak pada penanganan kasus e-KTP.

"Segala upaya yang dapat menghambat penanganan kasus korupsi, termasuk e-KTP dan kasus keterangan tidak benar di pengadilan tentu saja akan ditolak KPK," tegas Laode.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini