Sukses

Perempuan-Perempuan dalam Pusaran OTT KPK

Belakangan usai pemeriksaan intensif KPK, perempuan-perempuan yang ikut terjaring OTT dipastikan tidak terlibat.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap menggelar operasi tangkap tangan (OTT). Dalam OTT tersebut, KPK menjaring pihak-pihak yang kebetulan berada dalam satu lokasi.

OTT tersebut kebanyakan terkait pengungkapan kasus korupsi yang melibatkan penyelenggara negara. Namun, ada satu cerita menarik dalam OTT tersebut. Ternyata, beberapa perempuan ikut terjaring dalam OTT KPK.

Belakangan usai diperiksa intensif oleh KPK, perempuan-perempuan yang ikut terjaring OTT dipastikan tidak terlibat. Namun, ikut terjaringnya perempuan-perempuan itu ikut menghiasi pemberitaan di balik OTT KPK.

Berikut perempuan-perempuan yang ikut terjaring OTT KPK, yang dirangkum Liputan6.com.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Anggita Eka Putri

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar ditangkap dalam OTT KPK pada Rabu, 25 Januari 2017 malam. Dia diciduk di mal Grand Indonesia bersama seorang wanita muda. Perempuan berambut cokelat ini turut dibawa ke KPK dan sempat menjadi sorotan kamera jurnalis.

Namun, belakangan diketahui perempuan bernama Anggita Eka Putri itu adalah sales apartemen.

"Dia itu sales. Bukan pacar atau segala macam, seperti yang diberitakan," ujar Ketua Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) Indra Sahnun Lubis di Gedung KPK, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa, 31 Januari 2017.

Indra telah disetujui menjadi kuasa hukum oleh istri Patrialis Akbar. Dia mengatakan, saat berada di GI, Anggita tengah menawarkan sebuah apartemen kepada Patrialis.

"Dia itu sedang menawarkan apartemen ke Patrialis. Jadi enggak ada itu yang namanya bertemu dengan seseorang untuk menerima uang (suap)," kata Indra.

OTT Patarialis terkait dugaan suap uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Penyidik KPK memperpanjang penahanan empat tersangka dalam kasus dugaan suap hakim MK terkait uji materiil perkara di MK. Mereka adalah Patrialis Akbar, Basuki Hariman, Kamaluddin, dan NG Fenny.

"Empat tersangka kasus suap hakim konstitusi, KPK lakukan perpanjangan penahanan mulai tanggal 26 April sampai 25 Mei 2017 untuk 30 hari ke depan terhadap tersangka PAK (Patrialis Akbar), KM (Kamaludin), BHR (Basuki Hariman), dan NGF (NG Fenny)," tutur juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 21 April 2017.

3 dari 4 halaman

Maharani Suciyono

Ahmad Fathanah adalah kolega mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaq. Fathanah ditangkap KPK di Hotel Le Meridien pada 29 Januari 2013 dalam OTT KPK.

Pada pukul 12.30 WIB, ia bertemu Luthfi Hasan di Kompleks Parlemen, Senayan. Pada pukul 15.00 WIB, ia menuju kantor PT Indoguna dan menerima Rp 1 miliar dari tersangka lain, Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi, pengusaha PT Indoguna.

Setelah menerima uang itu, ternyata tersangka suap impor daging sapi itu pergi ke Le Meridien dan bertemu seorang mahasiswi bernama Maharani Suciyono.

"Pada 29 Januari pukul 17.00 WIB, Ahmad Fathanah datang masuk lobi menuju lantai dasar restoran. Tak berapa lama, seorang wanita datang ke hotel dan bergabung ke meja Ahmad Fathanah. Kemudian mereka naik ke lantai 17 kamar 1740," kata penyelidik KPK, Amier Arif.

Hal tersebut disampaikan Amier saat bersaksi untuk terdakwa lain kasus suap impor daging sapi, Arya Abdi Effendy dan Juard Effendi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat, 17 Mei 2013.

Setelah mereka masuk kamar, kata Amier, ia diperintahkan naik ke kamar 1740. "Kemudian saya ketuk, pintu kamar dibuka sedikit. Kami beritahukan kami akan mengamankan Fathanah. Ahmad Fathanah menjawab nanti dulu," jelasnya.

Karena mendapat penolakan, Amier mengaku, pihaknya langsung mendorong pintu tersebut. Saat itu, tim langsung mengamankan Fathanah dan Maharani yang sedang berada di dalam kamar.

Maharani mengaku mendapatkan Rp 10 juta dari Fathanah. Uang yang diberikan dari Fathanah diakui terkait ajakan berhubungan.

"Untuk keperluan apa uang Rp 10 juta?" tanya Ketua Majelis Hakim Purnomo Edi Santoso.

"Saya tidak tahu untuk keperluan apa. Saya dikasih uang Rp 10 juta. Dikasih sama Pak Ahmad," jawab Maharani.

Hakim Purnomo lalu membacakan poin 6b dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam poin itu, hakim bertanya, "Apakah saudara diajak berhubungan?"

Maharani menjawab, "Iya."

"Apakah pemberian uang itu kaitannya dengan ajakan berhubungan tadi?" kejar hakim.

"Iya," kata Maharani. 

Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan Ahmad Fathanah, terdakwa kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dan tindak pidana pencucian uang. Dengan demikian, hukuman yang diterima Fathanah tetap 16 tahun penjara dan pidana denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

4 dari 4 halaman

Efielian Yonata

Pada 9 April 2008, KPK juga pernah mengamankan seorang perempuan cantik bernama Efielian Yonata.

Perempuan muda cantik yang akrab disapa Eifel itu ditangkap bersama anggota DPR dari Fraksi PPP periode 2004-2009, Al Amin Nur Nasution, di Hotel Ritz Carlton pada 9 April 2008 sekitar pukul 02.00 WIB. Al Amin ditangkap karena menerima Rp 71 juta dan 33 ribu dolar Singapura.

Uang itu diberikan terkait alih fungsi hutan kawasan hutan lindung Tanjung Pantai Air Telang, Sumatera Selatan. Hutan itu rencananya akan dibangun Pelabuhan Tanjung Api-api.

Namun, saat itu Eifel dilepaskan KPK. Dia dinyatakan tidak terbukti terlibat dalam kasus suap yang menjerat Al Amin.

Dalam sidang kasus penyuapan anggota DPR Al Amin Nasution yang digelar Senin, 7 Juli 2008, jaksa penuntut umum memutar rekaman percakapan antara Al Amin dengan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Azirwan.

Dari percakapan terdengar adanya proses tawar menawar dalam menggolkan pengalihan fungsi hutan lindung untuk dijadikan ibu kota Bintan, Kepulauan Riau. Selain itu terdengar juga permintaan Al Amin untuk dicarikan seorang perempuan sebagai teman kencannya

Azirwan membenarkan rekaman yang diperdengarkan adalah percakapan antara dirinya dan Al Amin. Menurut dia, percakapan dimaksudkan untuk melancarkan pengalihan fungsi hutan lindung.

Mantan suami pedangdut Kristina itu pun harus mendekam di penjara selama 8 tahun dan membayar denda Rp 250 juta.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara untuk memberantas tindak pidana korupsi
    Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara untuk memberantas tindak pidana korupsi

    KPK

  • OTT KPK dilakukan ke para pejabat yang terindikasi melakukan korupsi atau pungutan liar di Indonesia.

    OTT KPK