Sukses

Kasus SKL BLBI, Artalyta Suryani Mangkir Panggilan KPK

Selain Artalyta, penyidik juga telah mengagendakan pemeriksaan terhadap saksi Mantan Menteri Keuangan dan Menko Perekonomian Rizal Ramli.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat memanggil pengusaha Artalyta Suryani terkait kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yang menjerat Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT) sebagai tersangka.

Artalyta yang pernah divonis lima tahun pada 2008 karena menyuap Ketua Tim Jaksa Penyelidik kasus BLBI Urip Tri Gunawan ini, dimintai keterangan sebagai saksi dalam proses penyelidikan kasus SKL BLBI. Namun, wanita yang biasa disapa Ayin ini mangkir.

"Pada 25 April 2017 diagendakan pemeriksaan Artalyta Suryani. Namun, saksi tidak hadir," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 26 April 2017.

Febri tak menjelaskan lebih jauh terkait mangkirnya Artalyta Suryani. Meski demikian, penyidik tetap akan kembali memangggil Artalyta untuk tetap mengusut kasus SKL BLBI.

"Kami tentu akan lakukan pemanggilan kembali. Penyidik membutuhkan keterangan yang bersangkutan (Artalyta Suryani) dalam proses penyidikan tersangka SAT," kata Febri.

Selain Artalyta, penyidik juga telah mengagendakan pemeriksaan terhadap saksi Mantan Menteri Keuangan dan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli, Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Kwik Kian Gie, dan Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.

Kwik Kian Gie memenuhi panggilan pemeriksaan pada 20 April 2017. Sedangkan, Rizal Ramli yang diagendakan diperiksa pada 17 April 2017, tak hadir.

"Akan dipanggil kembali (Rizal Ramli dan Artalyta). Pemeriksaan saksi-saksi (termasuk salah satunya Dorojatun Kuntjoro) akan dimulai pekan depan," ucap Febri.

Seperti diketahui, dalam kasus SKL BLBI ini KPK baru menetapkan Syafruddin Arsyad Tumenggung. Syafruddin Temenggung menjabat sebagai Kepala BPPN sejak April 2002.

Pada Mei 2001, dia mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) untuk mengubah proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.

Hasil dari restrukturisasi tersebut, Rp1,1 triliun dibebankan kepada petani tambak yang merupakan debitur BDNI. Sedangkan, sisanya Rp 3,7 triliun, tetap harus dibayarkan BDNI.

"Akan tetapi pada April 2004, tersangka selaku Ketua BPPN mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham terhadap obligor Sjamsul Nursalim atas semua kewajibannya kepada BPPN. Padahal, saat itu masih ada kewajiban setidaknya Rp 3,7 triliun," tutur pimpinan KPK Basaria Panjaitan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.