Sukses

KPK Pastikan Jerat Tersangka Lain dalam Kasus SKL BLBI

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan pihaknya akan terus mengusut kasus ini dan memungkinkan penetapan tersangka lainnya.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak akan berhenti pada satu orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). KPK telah menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) sebagai tersangka.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan pihaknya akan terus mengusut kasus SKL BLBI dan memungkinkan penetapan tersangka lainnya. Menurut dia, Syafruddin merupakan pintu untuk membongkar keterlibatan pihak lain.

"Kami tidak akan berhenti sampai di sini (penetapan Syafruddin sebagai tersangka)," ujar Basaria dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta, Selasa (25/4/2017).

Sebab dalam kasus ini, Syafruddin juga terjerat Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut merupakan pasal tentang keturutsertaan pihak lain dalam perbuatan tersebut.

Diketahui, Syafruddin disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Sebenarnya kalau sudah ada Pasal 55 itu sudah satu paket," kata Basaria.

Terkait pihak lain yang akan dijerat dalam kasus SKL BLBI, Basaria tetap akan menunggu kecukupan dua alat bukti terhadap pihak lain tersebut.

"Teknik penyidikan, nanti ada alat bukti dan waktu yang tepat pasti ada langkah berikutnya. Karena sudah ada Pasal 55," tegas dia.

Dijerat dengan TPPU

KPK juga tak menutup kemungkinan untuk menjerat pelaku kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pidana korporasi.

"Aset recovery nanti akan dilakukan dengan TPPU. Nanti diterapkan masalah tentang korporasi. Setelah di-tracking ke perusahaannya nanti akan masuk," ujar Basaria.

Hal tersebut dilakukan demi mengembalikan aset negara yang merugi hingga triliunan rupiah.

"Kewenangn KPK berdasarkan undang-undang adalah mengembalikan aset yang hilang akibat tindak pidana korupsi. Itu adalah prioritas KPK," kata Basaria.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.