Sukses

Alasan KPK Cegah Setya Novanto ke Luar Negeri

Pada Senin, 10 April 2017, penyidik terlebih dulu mencegah dua saksi, yaitu Inayah dan Raden Gede terkait kasus yang telah merugikan negara.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencekal Setya Novanto ke luar negeri. Hal ini dilakukan KPK karena Ketua DPR itu dianggap sebagai saksi penting dalam kasus megakorupsi e-KTP.

Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Setya Novanto merupakan saksi ketiga yang mereka cegah ke luar negeri. Pencegahan itu dilakukan agar penyelidikan kasus e-KTP berjalan efektif.

"Setya Novanto merupakan saksi ketiga yang kami lakukan pencegahan ke luar negeri. Ini agar pemeriksaan berjalan efektif dan efisien," tutur Febri di Gedung KPK, Jakarta, Selasa 11 April 2017.

Pada Senin 10 April 2017, penyidik terlebih dahulu mencegah dua saksi, yaitu Inayah dan Raden Gede terkait kasus yang telah merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini.

KPK telah menetapkan dua terdakwa dalam kasus ini. Mereka adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atas Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka dalam perkara tersebut.

Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Satu lagi tersangka terkait kasus e-KTP ini adalah mantan anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani. Dia disangka melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini