Sukses

Jejak Novel Baswedan Membongkar Kasus Korupsi E-KTP

Novel Baswedan memiliki andil besar dalam membongkar kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Sidang kedelapan kasus korupsi e-KTP sudah digelar di PN Tipikor, Jakarta, Senin 10 April 2017. Dalam sidang yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu, jaksa KPK menggali proses pengadaan proyek e-KTP dengan total anggaran Rp 5,9 triliiun.

Dalam mengungkap kasus ini, penyidik senior KPK Novel Baswedan memiliki andil besar. Dia yang memeriksa anggota DPR dari Fraksi Hanura Miryam S Miryani. Dalam persidangan, Miryam mengaku diancam penyidik KPK saat diperiksa untuk memberikan keterangan terkait e-KTP sehingga menandatangani BAP.

Namun pengakuan Miryam itu dibantah oleh Novel. Bahkan dia mengungkapkan adanya tekanan terhadap Miryam dari sejumlah anggota DPR.

"Beliau disuruh oleh pihak yang dikatakan adalah anggota Komisi III DPR untuk tidak mengakui fakta menerima dan membagi-bagi uang. Yang bersangkutan dikatakan kalau sampai mengaku, nanti dijebloskan," ujar Novel Baswedan di hadapan Majelis Hakim, Kamis 30 Maret 2017.

Novel mengatakan, sempat meminta agar mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani mengembalikan uang yang diterima dari pengadaan e-KTP, yang berujung korupsi e-KTP. Per

mintaan itu disampaikan kepada Miryam lantaran politikus Partai Hanura itu sempat mengakui menerima uang.

"Saya beritahu terkait uang yang diterima, untuk semakin memperjelas sikap kooperatif dan kewajiban sebaiknya dikembalikan," ujar Novel saat bersaksi dalam persidangan perkara korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Permintaan tersebut Novel sampaikan pada saat pemeriksaan terakhir Miryam, 24 Januari 2017. Menurut Novel, saat itu Miryam enggan mengembalikan karena mendapat ancaman dari rekan-rekannya sesama anggota DPR.

"Yang bersangkutan (Miryam) bilang 'kalau dikembalikan habis saya sama kawan-kawan saya di DPR'," kata Novel menirukan pernyataan Miryam.

Novel Baswedan mengatakan, ada enam orang yang diduga menekan Miryam S Haryani agar tidak mengakui fakta menerima uang proyek e-KTP. "Ada enam, pertama Bambang Soesatyo, Aziz Syamsudin, Desmond J Mahesa, Masinton Pasaribu, Syarifudin Suding. Satu lagi saya lupa namanya," kata Novel.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ramai-Ramai Bantah

Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo membantah menekan Miryam S Haryani untuk tidak mengakui penerimaan dan bagi-bagi uang proyek e-KTP.

"Saya minta buka siapa sumber? Kredibel enggak? Kapan saya berkomunikasi atau bertemu? Bagaimana cara saya menekannya. Jelas, ada upaya pembunuhan karakter pada diri saya," kata Bambang Soesatyo dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Kamis 30 April 2017.

Dia mengatakan, bahkan sempat ragu dengan peryataan Miryam diancam dan ditekan oleh penyidik KPK saat pemeriksaan, karena semua termonitor oleh kamera. "Kok sekarang malah saya yang diisukan. Menekan Miryam? Saya akan perkarakan. Sangat tendensius dan cenderung fitnah," ucap politikus Partai Golkar tersebut.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu, menyatakan belum pernah bertemu Miryam meski sesama anggota dewan di Senayan, khusus untuk membahas kasus e-KTP.

"Bahwa saya belum pernah ketemu Miryam membicarakan khusus kasus e-KTP. Meskipun sama-sama anggota DPR, namun saya sangat jarang sekali ketemu Bu Miryam. Karena kami berada dalam komisi dan fraksi yang berbeda," kata Masinton kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis 30 Maret 2017.

Masinton menerangkan, pengakuan Miryam tersebut tidak benar. Politikus PDIP ini mengaku telah menanyakan kepada Ketua Komisi III Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa, yang juga namanya disebut Novel Baswedan dalam pengakuan Miryam.

Anggota Komisi III DPR Aziz Syamsuddin juga membantah pernyataan Miryam, yang menyebut dia menekan Miryam agar tidak mengaku membagi-bagikan uang proyek tersebut.

Aziz mengaku tidak pernah berbicara dengan Miryam soal e-KTP. Terlebih, ia menambahkan, keduanya tidak pernah berada dalam satu komisi di DPR.

"Tidak benar, kita tidak pernah satu komisi sama Ibu Miryam, kita juga kaget Ibu Miryam menyatakan hal seperti itu. Saya juga bercerita sama Pak Masinton memang kita pernah ngobrol, saya bilang saya enggak pernah ketemu sama Ibu Miryam dan tidak pernah bicara," kata Aziz di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 30 Maret 2017.

Menurut Aziz, pernyataan Miryam itu harus dibuktikan kebenarannya di hadapan majelis hakim di persidangan.

Sarifuddin Sudding mengaku tidak mengerti dengan tuduhan menekan Miryam dalam kasus e-KTP tersebut. Dia mengatakan, tudingan penyidik KPK Novel Baswedan membingungkan.

"Saya sendiri juga tidak mengerti. Kapan dan di mana saya dekatnya saya sendiri enggak mengerti. Saya betul-betul bingung dan enggak ngerti saya," kata Sudding kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis 30 Maret 2017.

Menurut dia, meski satu fraksi, dia tidak pernah membicarakan soal e-KTP dengan Miryam. Terlebih, dia dan Miryam beda komisi.

3 dari 3 halaman

Ungkap Pembagian Uang

Tiga penyidik KPK hadir di PN Tipikor untuk dikonfrontasi dengan mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani. Di hadapan majelis hakim, Novel membeberkan perihal bancakan proyek yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

"Untuk pembagian (uang) kepada anggota dikompulir (dikumpulkan) oleh Kapoksi. Seingat saya tidak satu per satu," ujar Novel, Kamis 30 Maret 2017.

Dia menjelaskan, sejumlah uang korupsi e-KTP tersebut dibedakan nominalnya. ‎Menurut Novel, uang tersebut dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni untuk anggota dan kapoksi.

‎"Sudah ditaruh di amplop, mana yang untuk anggota, mana untuk kapoksi," kata Novel.

Mengenai Novel, pengacara terdakwa korupsi e-KTP Sugiharto, Susilo Aribowo menyatakan, dia merupakan penyidik profesional yang sudah mengungkap kasus-kasus besar korupsi di Tanah Air.

"Penyidik-penyidik yang disampaikan oleh Bu Yani (Miryam) adalah penyidik handal, penyidik senior yang kita tahu semua. Dan beliau-beliau itulah yang banyak menguak kasus-kasus besar di Republik ini," kata Susilo di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin 27 April 2017.

Kini penyidik senior KPK itu terbaring lemah di rumah sakit. Dia harus menjalani perawatan setelah wajahnya disiram air keras oleh orang tak dikenal saat akan pulang ke rumah usai salat Subuh di masjid. Polisi pun masih menyelidiki kasus penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan tersebut.

 

 

 

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.