Sukses

Drama Miryam Berujung Tersangka

Miryam menjadi tersangka atas dugaan memberikan keterangan palsu pada saat persidangan perkara korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor.

Liputan6.com, Jakarta - Drama Miryam S Haryani yang sempat membuat jantung banyak orang berdetak kencang, akhirnya mencapai titik anti klimaks. Setelah menjalani "adegan demi adegan" dalam kasus megakorupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP, saksi yang juga mantan anggota Komisi II DPR yang sekarang duduk di Komisi V itu akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.   

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Miryam resmi sebagai tersangka, Rabu 5 April 2017. "KPK menetapkan MSH (Miryam S Haryani), di dalam pengembangan terkait kasus e-KTP," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu.

Miryam menjadi tersangka atas dugaan memberikan keterangan palsu pada saat persidangan perkara korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Miryam saat itu tak mau mengakui Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dirinya pada saat penyidikan.

"Tersangka MSH diduga dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dengan terdakwa Irman dan Sugigarto," kata Febri. Atas perbuatannya, Miryam disangka melanggar Pasal 22 junto Pasal 35 UU Tipikor.

Miryam merupakan tersangka keempat dalam kasus megaproyek e-KTP. Sebelumnya dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 3 tersangka yakni Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong. Dalam perkara ini, Irman dan Sugiharto sudah didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

Sebelumnya, Jaksa KPK sudah mengajukan kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor untuk menjerat Miryam dengan Pasal 174 KUHAP tentang Pemberian Keterangan Palsu. Namun, hakim berpandangan mekanisme penetapan tersangka terhadap Miryam masih harus menunggu pemeriksaan beberapa saksi lain dalam sidang e-KTP.

"Jadi perlu mendengar beberapa saksi. Namun hakim juga memberikan ruang dan mempersilakan KPK melakukan tindakan hukum lain di luar mekanisme 174 KUHAP tersebut," kata Febri.

Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah memberi keterangan kepada awak media di gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/12). Dalam keterangan tersebut, KPK telah menetapkan Bupati Nganjuk, Taufiqurahman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Sebelum menjadikan politikus Partai Hanura itu sebagai tersangka, KPK terlebih dulu memeriksa pengacara Elza Syarief di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan. Elza yang pernah menjadi penasihat hukum Muhammad Nazaruddin, diklarifikasi terkait pernyataan Miryam saat sidang kelima perkara korupsi

Elza sendiri membenarkan kedatangannya ke KPK terkait pertemuan dia dengan Miryam sebelum sidang kedua perkara e-KTP. "Iya, soal kedatangan Bu Yani (Miryam S Haryani) ke kantor saya," ujar Elza saat sampai di Gedung KPK, Rabu 5 April 2017.

Elza mengatakan, pertemuannya dengan Miryam terjadi tiga kali. Namun Elza menolak menceritakan detail pertemuannya dengan Miryam saat itu. "Iya, ada tiga kali. Nanti saja yah setelah pemeriksaan," kata Elza.

Elza Syarief juga membenarkan pertemuan itu juga dihadiri pengacara muda Anton Taufik. Anton diduga sebagai pihak yang membantu untuk mencorat-coret BAP dan menyuruh Miryam mencabut BAP.

Nama Elza Syarief sempat disebut Miryam dalam sidang kelima korupsi e-KTP. Miryam mengaku bertemu Elza Syarief. Namun menurut Miryam, itu tidak terkait pembahasan kasus e-KTP.

"Bu Elza mau minjam uang Rp 200 juta ke saya. Saya sama Bu Elza sudah seperti kakak adik," kata Miryam yang dihadirkan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, pada Kamis, 30 Maret 2017.

Sebelumnya pada sidang kelima kasus korupsi e-KTP, Kamis 30 Maret 2017, Miryam dikonfrontir dengan tiga penyidik KPK yakni Novel Baswedan, Irwan Susanto, dan Damanik. Ketiganya dipertemukan dengan Miryam terkait aksi politikus perempuan ini yang mencabut semua Berita Acara Pemeriksaan (BAP) nya pada sidang keempat, 23 Maret 2017.

Dari konfrontir ini kemudian terungkap bahwa yang menekan Miryam terkait skandal e-KTP adalah enam anggota DPR, dan bukan penyidik seperti yang disampaikan Miryam kepada majelis hakim tipikor.

Miryam mencabut BAP-nya pada sidang keempat dengan alasan, mendapat tekanan dari penyidik saat pemeriksaan, sehingga pernyataan yang tertulis di BAP hanya untuk menyenangkan penyidik.

"Saya takut, saya diancam sama penyidik, pemberian jawaban di BAP itu hanya untuk menyenangkan mereka, saya jawab asal-asalan Pak. Jadi tidak pernah saya dapat uang (50 Juta dari Ketua Komisi II)," kata dia sambil menangis saat itu. Namun aksi inilah yang ternyata menjerat Miryam. KPK menyebutkan telah memberikan keterangan palsu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Terancam Laporan Lain

Selain dari KPK, Miryam juga terancam diperkarakan oleh Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo. Bambang berencana akan melaporkan Miryam terkait keterangannya kepada penyidik soal tekanan yang diterimanya dari anggota DPR terkait kasus e-KTP.  

Bambang menegaskan tak pernah menekan Miryam. Dia juga mengaku tak pernah berhubungan dengan Miryam. "Saya enggak pernah berhubungan dengan yang bersangkutan. Komisi lain, partainya juga lain," kata politikus Partai Golkar itu.

Merasa nama baiknya dicemarkan oleh Miryam, Bambang kini tengah mencari alat bukti untuk menjerat Politikus Partai Hanura tersebut.

"Jadi, saya sedang mempertimbangkan untuk melaporkan Miryam yang ngomongnya ngawur itu. Dan kita sudah minta bukti-bukti dari KPK, rekamannya. Apakah Miryam mengucapkan kata-kata itu. Nah, itu sebagai alat bukti yang kita laporkan ke Bareskrim," ujar Bambang.

Meski mengaku mendapat ancaman dari enam rekannya di Senayan pada awal pemeriksaan kasus e-KTP, namun KPK memastikan tak bisa melindungi Miryam secara hukum. Sebab, kata Febri, tak ada permintaan dari Miryam untuk dilindungi.

"Sejauh ini KPK tidak bisa memberikan perlindungan kalau para saksi tidak meminta,bersedia, atau mengajukan perlindungan tersebut," ujar Febri di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa 4 April 2017.

Dia mengaku, pihaknya sudah pernah menawarkan agar politikus Partai Hanura itu dilindungi, baik oleh KPK maupun Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). "Penyidik sebenarnya sudah bertanya dan berkomunikasi sebelumnya dengan saksi Miryam, apakah dibutuhkan perlindungan atau tidak," kata Febri.

Sebelumnya, tiga penyidik KPK dihadirkan dalam sidang kasus e-KTP membongkar pihak yang menekan politikus Partai Hanura itu saat bersaksi.

"Beliau disuruh oleh pihak yang dikatakan adalah anggota Komisi III DPR untuk tidak mengakui fakta menerima dan membagi-bagi uang. Yang bersangkutan dikatakan kalau sampai mengaku, nanti dijebloskan," ujar Novel Baswedan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 30 Maret 2017.

Namun, Miryam malah balik menuding Novel dengan menyebut Novel dan penyidik KPK lainnya telah menekan dia saat penyidikan, dan mencabut BAP-nya.

Menurut KPK, dengan ditetapkannya Miryam sebagai tersangka, menjadi pengingat bagi para saksi untuk memberikan keterangan yang benar di persidangan. "Karena para saksi itu disumpah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Febri mengatakan, KPK membuka kemungkinan menjerat saksi lain dengan pasal yang sama jika sengaja tak memberi keterangan dengan benar di persidangan kasus e-KTP

"Tentu saja kemungkinan tersebut terbuka sepanjang menurut penyidik ditemukan bukti permulaan yang cukup. Bagi pihak lain agar berkata dengan jujur karena ada resiko Pasal 22," kata Febri.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini