Sukses

Novel Baswedan Beberkan Cara Pembagian Uang Korupsi E-KTP

Dia menjelaskan, sejumlah uang korupsi e-KTP tersebut dibedakan nominalnya menjadi dua bagian, untuk anggota dan juga untuk kapoksi.

Liputan6.com, Jakarta - Tiga penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau e-KTP. Mereka adalah Novel Baswedan, Ambarita Damanik, dan Irwan Susanto.

Kehadiran tiga penyidik ini untuk dikonfrontasi dengan mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani. Di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Novel membeberkan perihal bancakan proyek yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

"Untuk pembagian (uang) kepada anggota dikompulir (dikumpulkan) oleh Kapoksi. Seingat saya tidak satu per satu," ujar Novel, Kamis (30/3/2017).

Dia menjelaskan, sejumlah uang korupsi e-KTP tersebut dibedakan nominalnya. ‎Menurutnya, uang tersebut dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni untuk anggota dan kapoksi.

‎"Sudah ditaruh di amplop, mana yang untuk anggota, mana untuk kapoksi," kata Novel.

Pada sidang Kamis 23 Maret 2017, Miryam menyatakan mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dia mengaku tertekan saat diambil keterangan oleh tiga penyidik, Novel Baswedan, Damanik dan Irwan Susanto. Ketiga penyidik tersebut kini dihadirkan untuk dikonfrontasi dengan Miryam.

Miryam merupakan salah satu saksi yang dihadirkan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto. Dalam dakwaan, Miryam disebut sebagai pihak yang membagi-bagikan uang bancakan. Miryam juga disebut menerima aliran dana sebesar US$ 23 ribu.

Diketahui, dua mantan anak buah Gamawan Fawzi, yakni Irman dan Sugiharto didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dalam proyek e-KTP. Irman dan Sugiharto didakwa merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

Irman merupakan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara itu, Sugiharto ialah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri.

Atas perbuatannya itu, Irman dan Sugiharto didakwa melangar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam dakwaan disebutkan nama-nama besar yang diduga ikut menikmati aliran dana megaproyek senilai Rp 5,9 triliun. KPK juga sudah menetapkan satu tersangka baru, Andi Agustinus alias Andi Narogong. Andi diduga sebagai operator utama bancakan proyek e-KTP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.