Sukses

Sidang Dahlan Iskan, Jaksa Hadirkan Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva

Menurut mantan Ketua MK Hamdan Zoelva, Judgment Bussines Rule dalam BUMN tunduk dalam norma-norma perseroan terbatas.d

Liputan6.com, Sidoarjo - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva dihadirkan dalam sidang kasus penjualan aset Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Panca Wira Usaha (PWU) Jawa Timur. Jaksa penuntut rencananya menghadirkan tiga saksi, namun hanya ahli yang bersedia hadir dalam persidangan.

Sebagai ahli, mantan Ketua MK Hamdan Zoelva diminta menjelaskan bagaimana pengelolaan dan pertanggungjawaban kekayaan negara, sebagaimana diatur dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 54 Tahun 2014 bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan BUMD adalah keuangan negara.

"Jadi, untuk pengelolaan dan pertanggungjawaban kekayaan negara dalam perseroan terbatas (PT), dilakukan dengan menghormati prinsip Judgment Bussines Rule," tutur Hamdan di persidangan, Jumat (24/3/2017).

Menurut Hamdan, Judgment Bussines Rule dalam BUMN tunduk dalam norma-norma perseroan terbatas. Hal ini sangat berbeda dengan Goverment Judgment Rule. Kedua-duanya memiliki tujuan dan kepentingan berbeda.

"Judgment Bussines Rule orientasinya untuk keuntungan perusahaan, sedangkan Goverment Judgment Rule berkaitan dengan pelayanan publik sebagai tugas administrasi negara," kata dia.

Karena itu, kata Hamdan, dua hal itu harus dipisahkan. Artinya, penilaian pemeriksaan keuangan negara yang ada dalam BUMN dengan keuangan negara yang ada dalam administrasi pemerintahan.

"Makanya, kalau kami menilai antara bisnis dengan goverment ini sangat berbeda. Makanya harus dipisahkan," Hamdan menandaskan.

Selain Ketua MK 2013-2015 itu, Jaksa Penuntut Umum merencanakan dua saksi lainnya. Di antaranya, Sofyan Lesmanto (Penawar tertinggi kedua, sekaligus saksi kunci), dan Direktur Utama PT Maspion Alim Markus. Namun keduanya absen dalam persidangan.

Saksi dari Terdakwa Untungkan Jaksa?

Jaksa Penuntut Umum beranggapan saksi Ad Chart yang dihadirkan pengacara Dahlan justru menguntungkan jaksa. Alasannya, prinsip dalam kinerja perusahaan berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

"Saksi A De Charge yang dihadirkan terdakwa dan penasihatnya justru menguntungkan penuntut umum," ungkap Jaksa Trimo usai Persidangan, Jumat (24/3/2017).

Menurutnya, ada beberapa hal yang harus dipahami terkait prinsip kinerja perusahaan, yakni berdasarkan RUPS. Nah, hal-hal yang dimaksud menguntungkan adalah terkait fakta persidangan yang menyebutkan adanya transaksi sebelum terbentuknya RUPS.

"Ini sudah jelas. Fakta persidangan menyebutkan begitu. Biarlah pengadilan yang menilai dan menentukan bersalah atau tidak," ucap Jaksa Trimo.

Sementara, penasihat hukum Dahlan, Agus Dwi Warsono tak mau ambil pusing. Menurutnya, keterangan dari ahli membantah semua dakwaan yang ditujukan jaksa penuntut umum terhadap kliennya.

"Sah-sah saja JPU berpandangan seperti itu. Tapi menurut kami keterangan ahli sudah membantah dakwaan JPU selama ini," kata Agus.

Pada prinsipnya, keterangan dari ahli ada dua kategori berbeda, sebagaimana diatur dalam keputusan MK tersebut. Hal itu juga dipertegas dengan Permendagri Nomor 3 Tahun 1989 yang mengatur tentang pembentukan BUMD, yakni antara perusahaan daerah dengan Perseroan Terbatas.

"Ada dua yang masuk dalam BUMD, Perusahaan Daerah atau Perseroan Terbatas. Kalau PT, ya tunduk pada UU Perseroan. Nah, kasus yang ditujukan ke Pak Dahlan ini kan PT PWU," ucap Agus.

Merujuk pada Permendagri Nomor 3 Tahun 1989, lanjut Agus, pendirian PT Panca Wira Usaha merupakan BUMD yang berbentuk perseroan. Sehingga pengambilan keputusan tertinggi adalah RUPS. Sedangkan, dalam UU Perseroan Terbatas, RUPS terbagi menjadi dua, yakni RUPS tahunan dan RUPS luar biasa.

"Awal dirumuskan tentang bisnis plannya, sedangkan di akhir ada pertanggungjawaban direksi. Dalam melaksanakan tindakan sebagai direksi, semua dipertanggung jawabkan dalam perusahaan. Makanya, kalau JPU tidak paham dengan persoalan ini jangan bilang menguntungkan," ujar Agus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini