Sukses

Putaran Kedua, Ahok-Djarot Himbau Tak Ada Pengerahan Massa

Pasangan Cagub Cawagub nomor urut dua, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat menghimbau tidak ada pengerahan massa

 

Liputan6.com, Jakarta Pasangan Cagub Cawagub nomor urut dua, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat menginginkan putaran kedua Pilgub DKI Jakarta yang berlangsung pada 19 April mendatang berjalan kondusif, untuk itu mereka sangat menghimbau tidak ada pihak-pihak tertentu yang melakukan pengerahan massa pada saat pencoblosan.

Polemik "Al Maidah" menjadi perhatian banyak masyarakat, terlebih hal ini sangat memungkinkan terjadinya susana kurang kondusif pada hari pencoblosan. Seperti diketahui, gerakan Tamasya Al Maidah merupakan ajakan bagi warga untuk menjaga Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada saat pemungutan suara Pilkada DKI putaran kedua. Ajakan ini juga berlaku bagi orang-orang yang bukan merupakan warga DKI Jakarta.

Menurut Cawagub Djarot, tindakan mengerahkan massa dalam kegiatan "Tamasya Al Maidah" ini berpotensi mengintimidasi pemilih yang akan memberikan suaranya. Djarot berujar, para pemilih bisa saja merasa tidak bebas menggunakan hak suaranya karena merasa diawasi.

"Ya bisa saja, para pemilih jadi resah melihat banyak orang tak dikenal di TPS mereka. Jadi seharusnya ya, jangan ada pengerahan massa dari orang luar Jakarta. Ini kan pesta demokrasi rakyat Jakarta, ya biarkan masyarakat berpesta dengan tenang," ujar Djarot.

Djarot menilai, bila "Tamasya Al Maidah" dilakukan, tidak hanya akan menjadi ancaman serius bagi kelangsungan Pilgub DKI Jakarta 2017, tetapi juga dapat menjadi ancaman bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan juga mengancam ideologi Pancasila serta UUD 1945. Oleh karena itu, Djarot meminta KPU bersama Bawaslu DKI Jakarta serta Panwaslu di tingkat kotamadya dan kabupaten dapat mencegah terjadinya pengerahan massa pada saat pencoblosan.

Wakapolda Metro Jaya Brigjen Pol Suntana mengatakan, Tamasya Al Maidah bukanlah suatu hal yang perlu dilakukan oleh masyarakat.

"Pada putaran pertama hal serupa itu ada, agar masyarakat datang ke TPS. Kalau wisata Al-Maidah itu tujuan sama, sebagian masyarakat diminta mengamankan TPS dan lain-lain. Polisi sampaikan tidak perlu itu, semua TPS sudah dijaga petugas polisi," ucap Brigjen Pol Suntana.

Apabila masyarakat tetap memaksakan hal itu, polisi akan melakukan tindakan. "Polisi dengan kewenangan yang ada mencegah potensi konflik keributan sesuai UU punya hak untuk melakukan pencegahan," tandasnya.

Senada dengan yang disampaikan oleh Djarot, Ahok juga menyampaikan himbauannya kepada KPU dan Bawaslu, agar dapat mengambil sikap terhadap adanya ajakan Tamasya Al Maidah atau pengerahan massa dari luar Jakarta.

"Ya kami harap KPU dan Bawaslu dapat menjamin warga Jakarta yang punya hak pilih dapat menggunakan hak pilihnya dengan tenang dan aman. Pilgub DKI dapat berjalan aman, lancar, langsung, umum, bebas dan rahasia," kata Ahok.

Sebelumnya, di media sosial dan aplikasi percakapan, sempat beredar poster dari kelompok yang menyebut diri mereka Gerakan Kemenangan Jakarta (Gema Jakarta) yang mengajak orang dari luar Jakarta berjaga di TPS saat pencoblosan putaran kedua Pilkada DKI. Para peserta pria yang berpartisipasi diminta mengenakan kemeja putih dan songkok hitam, sedangkan yang perempuan mengenakan gamis dan jilbab berwarna gelap.

Brigjen Suntana menegaskan pelaksanaan pemungutan suara pada putaran kedua nanti sama seperti putaran pertama. Polisi dibantu TNI akan menjaga 13.023 TPS yang ada di Jakarta. Shingga ia menegaskan, masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan adanya kecurangan di TPS.

"Kami telusuri siapa yang beri imbauan (Tamasya Al-Maidah) itu, kami juga imbau masyarakat enggak perlu datang, pengamanan kami jaga dengan kerja sama instansi terkait," ujar Suntana.

Ahok mengatakan, pengerahan massa untuk mengawasi TPS bukanlah suatu hal yang tepat. Menurut Ahok, untuk memastikan para pemilih dapat menggunakan hak pilihnya tanpa paksaan, harus terjadi kesepakatan antara pasangan calon dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI. Bahwa ketika ada seseorang yang membawa formulir C6, ia harus menunjukkan KTP dan saksi yang berasal dari kedua pasangan calon berhak melihat apakah KTP sama atau tidak dengan form C6.

“Kita tidak mau juga kalau curiga tamasya-tamasya ke Jakarta. Form C6, kalau oknumnya main, bisa memberikan C6 ke orang lain. Kita juga bisa menduga seperti itu. Makanya mari kita sama-sama menjaga,” ujarnya.

(*)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.