Sukses

Cerita Terdakwa Kasus E-KTP Irman Ketika Dipalak Angggota DPR

Tersangka kasus e-KTP, Irman membeberkan perihal bagi-bagi duit di kasus e-KTP, termasuk ke salah satu penerimanya, Ade Komarudin.

Liputan6.com, Jakarta - Perkara korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik atau e-KTP menyeret banyak nama anggota DPR yang diduga menerima aliran dana megaproyek tersebut.

Dalam sidang dakwaan terhadap mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Sugiharto, terungkap nama-nama besar yang menerima hasil bancakan proyek yang memakan kerugian negara hingga Rp 2,3 triliun.

Di dakwaan kasus e-KTP tersebut terdapat nama Ade Komarudin. Mantan Sekretaris Fraksi Partai Golkar ini disebut menerima uang sebesar USD 100 ribu atau sekitar Rp 1 miliar. Namun, dalam dakwaan itu tak dirinci bagaimana Akom, sapaan Ade Komarudin menerima uang sebanyak itu.

Dalam data yang diterima awak media di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Akom rupanya mendapatkan uang tersebut dengan cara 'memalak' terdakwa Irman. Akom meminta uang tersebut untuk membiayai kegiatannya bersama para camat, kepala desa, dan tokoh masyarakat.

Akom meminta uang kepada Irman sebesar Rp 1 miliar menjelang bagi-bagi hasil proyek e-KTP usai. Pada saat pengadaan proyek e-KTP, Akom berada dalam komisi yang tak bermitra dengan pemerintah.

Pagi hari di akhir 2013, sekitar pukul 10.00 WIB, Irman mendapat telepon dari Akom. Usai perbincangan basa-basi, Irman diminta untuk menemui Akom di kediamannya, di Bulungan, Jakarta Selatan. Pada pertemuan itu Akom langsung bicara serius kepada Irman.

‎"Pak Irman, ada beberapa kegiatan saya untuk bertemu Pak Camat, Kepala Desa, dan beberapa tokoh masyarakat di Kabupaten Bekasi. Mengenai ini, kalau dimungkinkan saya mohon bantuan dukungan dana dari Pak Irman," kata Akom kepada Irman.

Irman yang memahami arah pembicaraan Akom langsung menanyakan nominal yang dibutuhkan Akom. Saat itu, Akom langsung meminta uang sebanyak Rp 1 miliar.

Menyadari uang tersebut tak kecil, Irman ketika itu hanya berjanji untuk mengupayakan permintaan Akom. "Nanti kalau sudah ada saya kasih ke siapa?" tanya Irman kepada Akom.

Akom langsung memberikan kontak seseorang yang dianggap sebagai keponakan dan orang kepercayaan Akom. Usai pertemuan dan perbincangan tersebut, Irman pun pamit.

Beberapa hari setelah pertemuan itu, Irman yang tengah bekerja di ruangannya didatangi pria dengan ciri-ciri kulit putih, berumur sekitar 40 tahun. Pria tersebut memperkenalkan dirinya sebagai utusan Akom.

Mengetahui maksud kedatangan sang pria, Irman lantas memanggil Sugiharto dan diperkenalkan kepada orang kepercayaan Akom tersebut. Irman pun langsung menceritakan maksud kedatangan pria tersebut kepada Sugiharto.

"Pak Akom minta dukungan dana untuk kegiatan beliau yang dipusatkan di Kabupaten Bekasi. Pak Akom berharap kita bisa bantu sekitar Rp 1 miliar," kata Irman ke Sugiharto.

Sugiharto yang menyanggupi permintaan tersebut pun langsung meminta kontak orang kepercayaan Akom.

Beberapa hari setelah pertemuan itu, Sugiharto menemui Irman di ruang kerjanya dan memberikan amplop cokelat berisi USD 100 ribu. Sugiharto pun meminta agar bukan dirinya yang memberikan uang tersebut.

"Oh ya, enggak apa-apa. Tolong hubungi Drajad Wisnu Setiawan. Suruh ke sini," pinta Irman kepada Sugiharto.

Drajad yang langsung menemui Irman diperintahkan untuk memberikan uang tersebut kepada orang kepercayaan Akom. Sugiharto sempat memberikan kontak orang kepercayaan Akom tersebut.

Usai memberikan uang tersebut kepada orang kepercayaan Akom, Drajad pun melapor kepada Irman.

Dalam perkara ini, penyidik sudah memeriksa Akom sebagai saksi. Usai menjalani pemeriksaan, Akom membantah terima uang tersebut.

"Dan saya sudah klarifikasi kepada KPK ketika dimintai keterangan oleh KPK dan tidak ada pertanyaan lebih lanjut menyangkut hal ini pada saat itu. Keterangan tersebut hanya berdasarkan dari keterangan Bapak Irman sepihak," kata Ade dalam keterangan tertulisnya, Kamis 9 Maret 2017.

Mantan Ketua DPR ini juga menegaskan tidak pernah menerima aliran dana apapun terkait kasus e-KTP. Sebab, sejak awal tidak pernah terlibat, baik dalam hal perencanaan sampai dengan penentuan anggaran dan pelaksanaan proyek.

"Hal ini wajar karena kapasitas saya saat itu sebagai Sekretaris Fraksi bukan Ketua Fraksi, dan bukan juga sebagai Pimpinan atau Anggota Komisi II," sambung dia.

Namun, bantahan Akom tak akan menghalangi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas perkara ini.

Sebab, penyidik KPK telah mengantongi bukti permulaan untuk membuat dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto. "Rinciannya nanti akan terurai di persidangan melalui saksi-saksi yang dihadirkan jaksa," ujar Febri saat dikonfirmasi, Rabu (22/3/2017).

Dua mantan anak buah Gamawan Fauzi, yakni Irman dan Sugiharto didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dalam proyek e-KTP. Irman dan Sugiharto didakwa merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

Irman merupakan Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara itu, Sugiharto ialah Mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri.

Atas perbuatannya dalam kasus e-KTP, Irman dan Sugiharto didakwa melangar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam dakwaan disebutkan nama-nama besar yang diduga ikut menikmati aliran dana megaproyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini