Sukses

Cerita Kiai NU soal Islam di Jawa Masuk dari Kampung Ahok

Kiai Maimun menuturkan, kakek buyutnya pertama kali belajar agama Islam dari tanah Belitung, kampungnya Ahok.

Liputan6.com, Jakarta Panasnya suhu politik berdampak kepada sejumlah ulama di Tanah Air. Salah satunya yang dialami Pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah KH Maimun Zubair.

Mustasyar PBNU 89 tahun yang akrab disapa Mbah Maimun ini mengaku kerap dianggap sebagai pendukung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

"Saya itu sering dianggep pro-Ahok, terus terang saja," ujar Mbah Maimun saat berpidato di acara Silaturahim Nasional Alim Ulama, Ponpes Al Anwar, sarang, Rembang, Jawa Tengah, Kamis (16/3/2017).

Sontak pernyataan sang Kiai ini mengundang tawa para ulama dan santri yang hadir. Alih-alih mengelak atau membenarkan tudingan itu, Mbah Maimun justru bercerita tentang sejarah masuknya Islam ke kampungnya.

"Satu-satunya di Jawa, Islam masuk dari kelompoknya Ahok itu di Sarang. Waktu itu masih zaman Majapahit, waktu negeri China dipimpin Kublai Khan," ucap Mbah Maimun.

Dia pun bercerita, saat itu tentara Kublai Khan dari Mongol melakukan ekspansi ke tanah Jawa dan beberapa wilayah Nusantara. Beberapa tentara Mongol yang beragama Islam berada di Bangka.

"Tentara Kublai Khan yang ada Islamnya yakni kelompok Belitung dan orang-orang China yang lain ada di Bangka. Jadi Bangka Belitung adalah tempat China membawa Islam ke Indonesia," kata Mbah Maimun.

Kiai Maimun menuturkan, kakek buyutnya pertama kali belajar agama Islam dari tanah Belitung, yang merupakan kampung Ahok. Bahkan dari wasiyah leluhurnya, Mbah Mun, sapaan akrab Kiai Maimun, membangun gapura dengan tulisan Wali Bangka Belitung di daerahnya.

Hal itu dilakukan sebagai salah satu bentuk edukasi kepada santrinya agar mengetahui sejarah.

"Jadi Sarang ini Islamnya dari Belitung, bukan dari Demak," seloroh Mbah Maimun disambut tawa hadirin.

Namun hingga akhir pidatonya, Mbah Maimun tak pernah membenarkan atau membantah tudingan mendukung Ahok.

Bagi warga Nahdliyin, itu merupakan gaya kiai NU ketika berpidato di hadapan ulama dan santrinya. Kerap dibumbui guyonan, sentilan, atau humor-humor ringan yang tentu tak mengganggu esensi materi yang disampaikan.

"Kalau NU tidak ada kaitannya dengan politik praktis. Tapi politik kebangsaan secara umum, maka NU sebagai penjaga, pengawal masyarakat yang harus komitmen dengan empat pilar," ujar Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj saat ditemui di lokasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini