Sukses

KPK: Kami Tidak Butuh Revisi UU

KPK berharap DPR tidak berniat melakukan upaya-upaya untuk melemahkan KPK melalui revisi UU Nomor 32 Tahun 2002.

Liputan6.com, Jakarta DPR semakin giat menyosialisasikan revisi UU KPK di sejumlah perguruan tinggi. Namun, KPK justru menganggap bahwa UU Nomor 32 Tahun 2002 tidak perlu untuk direvisi.

"Kami tidak butuh revisi UU itu saat ini. Kami menggunakan kewenangan (UU) itu untuk menangani sejumlah perkara besar termasuk e-KTP," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Senin (13/3/2017).

Dia pun menuturkan apabila UU tersebut direvisi, dikhawatirkan dapat melemahkan KPK dalam melaksanakan tugasnya memberantas korupsi di Indonesia.

"Kalau baca materi yang beredar, kami lihat empat poin tersebut dapat berimplikasi pada kewenangan KPK. Kita sangat khawatir itu bisa melemahkan KPK dalam melaksanakan tugasnya. Mulai dari penyadapan harus dilakukan dengan izin Dewan Pengawas. Sementara Dewan Pengawas itu dipilih oleh DPR," tutur Febri.

Selai itu, jika UU tersebut direvisi maka kecil kemungkinan penyidik melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Sebab, OTT dilakukan bukan pada tahap penyidikan melainkan pada proses penyelidikan. Setelah itu, barulah penyidik bisa melakukan pemeriksaan saksi dan tersangka kasus korupsi.

"Penyadapan diatur harus terlebih dahulu memiliki bukti permulaan yang cukup. Itu artinya kalau dilihat dari UU yang ada saat ini bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka dari tingkat penyidikan," tegas Febri.

Untuk itu, KPK berharap agar berbagai pihak terutama DPR tidak berniat untuk melakukan upaya-upaya untuk melemahkan KPK melalui revisi UU Nomor 32 Tahun 2002.

"Selama 13 tahun ini memang ada berbagai upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk melemahkan KPK termasuk revisi UU KPK," kata Febri.

Angket Korupsi e-KTP

Tak hanya soal revisi UU KPK, DPR melalui Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga menyarankan untuk mengajukan angket terkait kasus e-KTP. KPK menegaskan tidak mempermasalahkan usulan angket DPR asalkan tidak berimplikasi kepada perkara korupsi e-KTP yang sedang ditangani.

"Kami harapkan KPK tetap bisa mendalami substansi perkara korupsi dari aspek penegakan hukum. Kalau ada pihak lain yang menjalankan kewenangan lain, KPK tidak bisa melarangnya. Asal jangan berlebihan saja dan berimplikasi ke perkara korupsi (e-KTP)," ujar Febri.

Sebelumnya, Fahri Hamzah mengusulkan agar DPR mengajukan angket untuk kasus e-KTP. Hal itu untuk menjaga nama baik DPR serta fraksi-fraksi.

"Saya malah kepikiran ya kalau yang kayak begini-begini ini, sebaiknya diangket juga, sebab DPR punya kepentingan memperbaiki namanya," kata Fahri, Jumat 10 Maret 2017.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.