Sukses

Ketua MPR: Kasus E-KTP Urusan KPK, Tak Perlu Ada Angket DPR

Sebelumnya, Fahri Hamzah mengusulkan agar DPR mengajukan angket untuk kasus e-KTP. Hal itu untuk menjaga nama baik DPR serta fraksi-fraksi.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua MPR Zulkifli Hasan mengomentari wacana hak angket kasus e-KTP yang dilontarkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Menurut dia, kasus mega proyek e-KTP lebih baik tak dicampuri DPR karena sudah disidangkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Kok angket? Ini kan urusannya KPK, kok sampai tarik-tarik ke angket. Ini biar saja urusan KPK. Kalau yang rampok, yang maling, KPK lah urusannya," kata Zulkifli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (13/3/2017).

Sebelumnya, Fahri Hamzah mengusulkan agar DPR mengajukan angket untuk kasus e-KTP. Hal itu untuk menjaga nama baik DPR serta fraksi-fraksi.

"Saya malah kepikiran ya kalau yang kayak begini begini ini, sebaiknya diangket juga, sebab DPR punya kepentingan memperbaiki namanya," kata Fahri, Jumat 10 Maret 2017.

Pengkhianatan terhadap Negara

Meski menolak pengajuan angket, Zulkifli menilai kasus korupsi e-KTP merupakan bentuk pengkhianatan terhadap rakyat dan negara. Menurut dia, pengkhianatan itu yakni uang negara untuk rakyat, malah dimakan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab.

"Bayangkan itu uang, susah payah dicari dari pajak rakyat untuk kebaikan seluruh kita, baru dirancang sudah diniatkan untuk dikorupsi, jadi itu betul-betul khianat terhadap sumpahnya, terhadap janji, khianat terhadap rakyat," tegas Zulkifli.

Zulkifli yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini meminta kasus tersebut harus diusut tuntas. Sebab, kasus e-KTP menjadi ujian bagi bangsa Indonesia serta KPK. Zulkifli menambahkan, selama ini lembaga antirasuah tersebut menjadi harapan bagi masyarakat.

"Apakah nanti kelihatan tebang pilih atau tidak, kita minta ini tuntas dan tidak mungkin Rp 2,3 triliun itu satu dua orang, ini kan mega skandal mega korupsi. Kita dukung penuh 1.000 persen agar KPK tuntaskan kasus ini," ujar Zulkifli.

Bantahan Ketua DPR

Kasus mega proyek e-KTP telah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kamis 9 Maret 2017. Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa, banyak anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 disebut menerima suap e-KTP.

Seperti diketahui, sidang perdana kasus dugaan korupsi e-KTP telah digelar pekan lalu di PN Tipikor Jakarta Pusat. Jaksa KPK Irene Putrie mengungkapkan bahwa ada 38 nama besar yang turut menikmati uang negara dari kasus ini.

Di antaranya yaitu Ketua DPR Setya Novanto, Menteri Politik Hukum HAM Yasonna Laoly, Mantan Ketua DPR, Marzuki Ali, Ade Komaruddin, Mantan Mendagri Gamawan Fauzi, Anas Urbaingrum, M Nazarudiin, dan lain-lain. Total kerugian negara dari kasus mega korupsi e-KTP ini mencapai Rp 2,3 Triliun.

Setya Novanto sendiri telah membantah terlibat kasus e-KTP. Novanto menegaskan tak pernah bertemu dengan Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum dan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong seperti yang tertulis dalam dakwaan.

"Apa yang disampaikan oleh saudara Nazaruddin adalah pertemuan saya dengan Anas, Andi Narogong dan juga saudara Nasaruddin adalah enggak benar," ujar Novanto usai menghadiri Rakornis Partai Golkar di Redtop Hotel Jakarta.

Ia pun dengan tegas mengaku tidak pernah menerima apapun dari aliran dana e-KTP ini.

"Saya tidak pernah mengadakan pertemuan dengan Nazaruddin bahkan menyampaikan yang berkaitan dengan e-KTP. Bahkan saya tidak pernah menerima uang sepeser pun dari e-KTP," tandas Novanto.

Bantahan Yasonna Laoly

Bantahan juga datang dari Yasonna Laoly. "Sebagai partai oposisi kita tidak ikut cawe-cawe soal e-KTP. Dalam pembahasan program dan anggaran, Fraksi PDI Perjuangan sangat kritis," kata Yasonna kepada Liputan6.com, Kamis (9/3/2017).

Oleh sebab itu, Yasonna menegaskan pihaknya tidak terlibat sama sekali dalam bagi-bagi fulus proyek yang menghabiskan hampir Rp 6 triliun atau Rp 5,9 triliun.

"Sepanjang mengenai aliran dana saya pastikan saya tidak ikut. Boleh dikonfirmasi, siapa yang memberikan? Di mana?," ujar Yasonna menegaskan.

"Apalagi disebut-sebut jumlahnya, wah sangat gede itu buat ukuran saya. Yang benar saja," dia menambahkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini