Sukses

Sedekah Umat 212 Tersandung Kasus Dugaan Pencucian Uang

Di balik aksi 212 yang juga menjadi pemberitaan media asing itu, terselip kasus hukum yang tidak main-main.

Liputan6.com, Jakarta - Jutaan manusia yang menamakan dirinya Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) berkumpul pada Jumat 2 Desember 2016 siang itu. Hujan deras sempat turun beberapa kali, tak menyurutkan massa untuk terus berdatangan ke lapangan Monas, Jakarta. Mereka menuntut ditegakkannya hukum atas dugaan kasus penistaan agama.

Presiden Jokowi, Wapres Jusuf Kalla, Panglima TNI dan Kapolri sampai turun dan salat Jumat bersama massa yang dipimpin pentolan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab. Peristiwa itu populer dengan sebutan aksi 212.

Pada kesempatan tersebut, Jokowi juga menyempatkan berpidato, jika tuntutan massa akan dilaksanakan oleh penegak hukum dengan sebaik-baiknya.

Namun, di balik aksi yang juga menjadi pemberitaan media asing itu, terselip kasus hukum yang tidak main-main. Aksi yang mendapat dana dari sedekah umat ini diduga disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertannggung jawab.

Sumbangan tersebut pun tersandung dugaan tindak pidana pencucian uang yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan UU Nomor 8 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Foto yang diambil dari Gedung Kementerian BUMN memperlihatkan peserta demo 2 Desember memadati kawasan Bundaran Patung Kuda, Jakarta Pusat, Jumat (2/12). Mereka akan berkumpul dengan massa lainnya di Monas pada Aksi Damai 212. (Liputan6.com/Fery Pardolo)

Ketika menggalang dukungan dana, Ketua GNPF Bachtiar Nashir mengaku bekerja sama dengan Yayasan Keadilan untuk Semua. Sebab, GNPF pada saat itu belum memiliki rekening sendiri untuk menampung dana sumbangan.

"Karena kami sebuah panitia adhock GNPF ini, kami enggak bisa bikin rekening begitu saja. Akhirnya kami kemudian melakukan semacam kerja sama secara lisan meminjam rekening yayasan supaya ini dapat dikontrol, ada badan hukum dan tidak kosong," kata Bachtiar di Bareskrim Polri, Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Gambir, Jakarta Pusat, Jumat 10 Februari 2017.

Dia datang sebagai saksi kasus dugaan pencucian uang Yayasan Keadilan untuk Semua. Dia pun membenarkan GNPF MUI memang membuka donasi untuk aksi 2 Desember 2016 lalu.

"Kan orang Indonesia yang bersedekah lillahi ta'ala, pokoknya kepentingan mereka ke ahirat saja dan ini Bela Islam. Nah, jadi frame-nya itu jangan dilihat semata-mata uangnya saja. Ini ada umat Islam sangat ingin membela agamanya," imbuh Bachtiar.

Sementara, pengacara Bachtiar Nasir, Kapitra Ampera, mempertanyakan perkara pokok dalam dugaan pencucian uang Yayasan Keadilan untuk Semua yang tengah disidik oleh Bareskrim Polri.

Ia juga bersikeras, kliennya tidak terlibat dan tidak termasuk dalam struktur Yayasan Keadilan untuk Semua. "Jadi tidak ada Undang-undang yang dilanggar," ucap Kapitra.

Ketua GNPF‎-MUI Bachtiar Nasir tiba di Polda Metro Jaya, Jakarta, untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan makar, Rabu (1/2). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Panggilan untuk Bachtiar Nasir sebagai saksi tertuang dalam Surat Panggilan bernomor S Pgl/368/II/2017/Dit Tipideksus tertanggal 6 Februari 2017, yang ditandatangani oleh Kasubdit III TPPU, Kombes Roma Hutajulu.

Surat pemanggilan itu ditujukan kepada Bachtiar Nasir untuk didengarkan keterangannya sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal pengalihan kekayaan yayasan kepada pembina, pengurus dan pengawas, dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang.

Tak hanya Bachtiar Nashir, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri juga memeriksa Sekjen DPD Front Pembela Islam (FPI) Jakarta, Habib Novel Chaidir Hasan Bamukmin sebagai saksi untuk mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang Yayasan Keadilan untuk Semua.

Habib Novel mengaku dicecar sebanyak 11 pertanyaan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri terkait perkara dugaan pencucian uang Yayasan Keadilan untuk Semua. Pengacara Habib Novel, Ali Lubis memastikan bahwa kliennya sama sekali tidak terlibat dalam penggalangan dana melalui Yayasan Keadilan untuk Semua.

"Habib Novel dalam hal ini clear, karena cuma mengklarifikasi," kata Ali di Bareskrim Polri, Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Gambir, Jakarta Pusat, Senin 13 Februari 2017.

Ali menambahkan, penyidik juga menanyakan perihal hubungan kliennya dengan para petinggi GNPF MUI yang menginisiasi penggalangan dana melalui rekening Yayasan. Menurut Ali, kliennya hanya sebatas kenal dengan para petinggi GNPF termasuk Bachtiar Nasir karena mereka sama-sama penceramah.

"Dengan Pak Bachtiar Nasir adalah kenal, dekat tidak tapi tahu karena sama-sama ulama. Ketiga, mengenai nama ustaz Zaitun kenal juga karena sesama ulama, tapi tidak ada hubungan dekat," ucap Ali.

Bareskrim Polri kemudian menetapkan seorang tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Perbankan, terkait donasi aksi 411 dan aksi 212. Pegawai bernama Islahudin itu merupakan manajer di salah satu bank BUMN.

"Hanya Islahudin, ya. Karena ketidak hati-hatian," kata Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar di Jakarta, Selasa 14 Februari 2017.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto menambahkan, tersangka berperan sebagai pihak yang mencairkan dana yayasan tersebut.

"Dia disuruh cairkan dana oleh BN," ucap Rikwanto.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

4.000 Donatur

Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua, Adnin Armas, angkat bicara soal dugaan penyimpangan dana yayasan yang menyeret nama Ketua Umum GNPF MUI Bachtiar Nasir. Menurut Adnin, rekening yayasan yang dikelolanya dipinjam sementara oleh GNPF MUI untuk menampung dana para donatur.

Mereka menyumbang untuk membantu aksi 4 November (411) dan 2 Desember (212) 2016. Peminjaman rekening juga didasari atas dasar saling percaya. Adnin dan Bachtiar yang merupakan Ketua Umum GNPF MUI, menjalin pertemanan cukup erat dengan Bachtiar Nasir. Rekening diserahkan pada GNPF MUI karena mendengar banyak donatur yang hendak menyumbang untuk Aksi Bela Islam saat itu.

"Kami sendiri kaget banget yang mau nyumbang banyak, harus dikemanakan uang itu, karena saya deket dengan Bachtiar Nasir, jadi rekening Yayasan ini digunakan. Lagi pula, ini untuk kepentingan umat," terang Adnin di kediamannya, di Depok, Sabtu 11 Februari 2017.

Tercatat sekitar 4 ribuan orang yang menyumbang untuk aksi tersebut. Jumlahnya beragam, dari puluhan ribu, ratusan, hingga jutaan rupiah. Nama-nama donatur tidak disebutkan dalam setiap menyumbang. "Totalnya, sekitar Rp 3,8 miliar," sebut Adnin.

Dari jumlah yang didapat itu tersisa Rp 2 miliar. Adnin tidak merinci uang yang didapatkan itu digunakan untuk keperluan apa. "Mengenai dana itu digunakan lebih bagus ke GNPF MUI. Ya namanya ketua yayasan, saya hanya tanda tangan. GNPFMUI yang lebih tahu uang itu," ujar Adnin.

Bachtiar Nasir mengaku tidak ada penyalahgunaan dalam pengelolaan donasi di rekening Yayasan Keadilan Untuk Semua.

"Itu dananya dari umat untuk umat lagi," kata Bachtiar di kantor Bareskrim Polri, Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Jumat 10 Februari 2017.

Terakhir, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut tersangka dalam kasus dugaan pencucian uang Yayasan Keadilan Untuk Semua (KUS) bertambah. Dia mengatakan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dir Tipideksus) Bareskrim Polri telah menetapkan Adnin Arnaz seorang Ketua Yayasan KUS, sebagai tersangka dugaan kasus penyalahgunaan yayasan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini