Sukses

Mengupas Pelanggaran Pilkada DKI 2017

Pilkada DKI 2017 berlangsung aman meski tetap diwarnai sejumlah pelanggaran.

Liputan6.com, Jakarta - Masa pencoblosan pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta telah usai. Pilkada DKI 2017 berlangsung aman pada 15 Februari 2017 lalu, meski sempat dikhawatirkan terjadinya ricuh mengingat mulai menghangatnya situasi politik beberapa hari jelang Pilkada.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo melaporkan bahwa jalannya Pilkada Serentak di seluruh wilayah Tanah Air, termasuk Jakarta, berlangsung aman.

"Kami tadi hanya melaporkan soal pilkada ini berjalan aman," kata Tjahjo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (16/2/2017).

Walaupun begitu, Pilkada DKI 2017 tetap diwarnai adanya pelanggaran. Seperti yang dilaporkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Partai pengusung pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat, mengaku pelanggaran tersebut merugikan paslon nomor urut 2 ini.

Ketua Bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan DPP PDI-P Trimedya Pandjaitan menyebut banyak pemilih yang tidak bisa menggunakan haknya dalam Pilkada DKI 2017.

"Adapun pelanggaran tersebut sebagai berikut, pertama pemilih yang tidak terdaftar di DPT akan tetapi memiliki e-KTP dan menunjukkan KK kepada KPPS, namun oleh KPPS tidak diperbolehkan mencoblos," ucap Trimedya di Jakarta, Rabu 15 Februari 2017 malam.

"Kemudian, pemilih yang tidak terdaftar di DPT, akan tetapi membawa Surat Keterangan dari Dinas Catatan Sipil dan menunjukkan KK kepada KPPS, namun oleh KPPS tidak diperbolehkan mencoblos," tambah dia.

Trimedya juga mengungkapkan banyak surat suara di TPS habis, padahal masih banyak pemilih yang belum memilih saat Pilkada DKI 2017. "Hal ini menyebabkan banyak pendukung pasangan Ahok-Djarot tidak bisa menggunakan hak pilihnya," jelas Trimedya.

Selain itu, lanjut Trimedya, adanya kekerasan yang dilakukan oleh tim sukses dan pendukung pasangan tertentu.

"Hal ini terbukti adanya pemukulan dan pengeroyokan kepada Ketua DPC Jakarta Pusat Bapak Pandapotan Sinaga dan adiknya Marudut Sinaga, yang sekarang ini sedang dirawat di rumah sakit. Pengeroyokan ini sudah dilaporkan di Polda Metro Jaya," ungkap Trimedya.

Dia melanjutkan, di wilayah Jakarta Pusat, ditemukan fakta pengusiran kepada saksi paslon Ahok-Djarot yang dilakukan ormas pendukung paslon lain di Pilkada DKI 2017.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Banyak Pemilih Tak Masuk DPT

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengakui temuan pelanggaran yang disampaikan PDIP mengenai banyaknya pemilih yang tidak terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan tidak bisa menggunakan hak suaranya pada Pilkada DKI 2017.

Ketua Bawaslu DKI Jakarta, Mimah Susanti menyebutkan mereka yang tidak dapat menggunakan hak suara umumnya berasal dari pemilih tambahan. Jumlah pemilih itu mencapai sekitar 150 orang di beberapa TPS. Lokasi itu terjadi di TPS 49 Kelapa Gading.

"Jelas ini berkaitan dengan problem pendataan pemilih di awal. Wilayah itu terjadi di daerah apartemen, rusun. Mereka tidak masuk DPT pada awalnya tidak hadir. Namun, mereka tidak melapor ke penyelenggara. Ada juga yang lapor dan belum diberi coklit (pencocokan dan validasi). Ini bisa terjadi karena tidak terdaftar di DPT atau tidak ditemukan (datanya)," jelas Mimah.

Lebih jauh dia mengungkapkan, persoalan pemilih tambahan lain berkaitan dengan persyaratan yang dibutuhkan. Saat mendaftar, lanjut Mimah, mereka ada yang tidak membawa fotokopi Kartu Keluarga maupun e-KTP.

"Yang belum terdaftar, ada yang bawa fotokopian KK dan e-KTP. Tapi ada juga enggak bawa KK. Itu terjadi di Rusun Pinus Elok. Di tempat itu para pemilih umumnya pekerja ojek online. KK-nya enggak bisa dibawa karena ditahan oleh perusahaan ojek online. Ini problem yang ditemukan di lapangan," jelas dia.

Lantaran tidak memenuhi persyaratan itu, arus protes pun muncul. Mereka meminta untuk dapat menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada DKI Jakarta. "Banyak protes dari masyarakat. Ini ditindaklanjuti oleh kami," ucap Mimah.

Selain itu, Mimah juga menyebutkan adanya penyalahgunaan formulir C6. Formulir yang dibawa pemilih ke TPS ini ada yang menyalahgunakannya.

"Ada temuannya di satu titik. Penggunaan formulir C6 digunakan oleh orang lain. Ada juga yang melakukan seperti itu dan kini sudah diamankan di Polsek. Kalau terbukti, ini tindak pidana pemilu yang bisa dilakukan pemungutan suara ulang," tandas Mimah.

 

3 dari 4 halaman

Surat Suara Habis

Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta menyatakan, kurangnya surat suara dalam pemungutan suara Pilkada DKI 2017 pada 15 Februari 2017 diluar perkiraannya. Sebab, banyak pemilih yang menggunakan E-KTP.

"Jadi surat suara kurang karena banyaknya pemilih menggunakan e-KTP yang jadi daftar pemilih tambahan (DPTb). Mereka datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) memilih menggunakan surat suara daftar pemilih tetap (DPT)," ujar Komisioner KPU DKI, Dahliah Umar, lewat sambungan telepon kepada Liputan6.com, Kamis (16/2/2017).

Dia mengatakan, ada sedikit kekeliruan di waktu pencoblosan Rabu 15 Februari 2016 kemarin. Seharusnya, prioritas surat suara diberikan kepada pemilih yang tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT) di tiap tempat pemungutan suara (TPS) yang dijadwalkan 07.00-12.00 WIB.

"Baru hak suara Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) saat memilih di satu jam terkahir, 12.00-13.00 WIB. Namun fakta di lapangan, pemilih DPT dan DPTb datang secara acak bersamaan, sehingga ada surat suara yang harusnya untuk pemilih DPT digunakan DPTb, jadi stok awal disediakan TPS habis," papar dia.

Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno beralasan, keadaan tersebut terjadi lantaran tingginya antusias dari pemilih untuk menentukan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.

"Tingkat partisipasinya tinggi. Dalam waktu bersamaan, pemilih yang tidak ada DPT, yang pemilih tambahan membludak. Stok surat suara yang diperuntukan untuk DPT tidak mencukupi, karena banyaknya yang tidak tercantum dalam DPT," Sumarno menambahkan.

Dia mengaku, pihaknya telah bekerja keras untuk mendata para calon pemilih agar terdaftar di DPT pada Pilkada 2017. Namun pada kenyataannya ada beberapa tempat yang tak bisa diakses oleh pihak KPU DKI Jakarta.

"Ini agak mengherankan. Ini banyak kasus di apartemen. Pada saat KPU melakukan pendataan pemilihan. Petugas kami sudah maksimal untuk memutakhiran, kita tidak bisa mendapatkan data pemilih. Banyak apartemen yang tidak bisa akses. Banyak permukiman eksklusif," kata dia.

Menurut Sumarno, pihak KPU DKI Jakarta tak bisa disalahkan atas kejadian itu.

"Maka kami kemudian tetapkan DPT yang dihasilkan petugas kami. Setelah itu, jumlah surat suara itu lah yang kami alokasikan ke DPT. Tapi kemarin, surat suara kaya air bah, banjir, banyak yang hadir," ucap dia.

Hak tersebut kini menjadi pekerjaan rumah bagi KPU DKI Jakarta agar kejadian tersebut tak terulang lagi di Pilkada DKI 2017 putaran dua mendatang.

"Dampaknya, surat suara tidak mencukupi. Ini penting evaluasi bagi semuanya. Masyarakat harus paham, pemilu itu ada administrasinya. Ada tahapannya, termasuk pemutakhiran data pemilihan," Sumarno menerangkan.

4 dari 4 halaman

Pengusiran Saksi

Sementara itu, Kapolda Metro Jaya Irjenpol Mochamad Iriawan menilai adanya laporan mengenai pengeroyokan dan pengusiran saksi salah satu pasangan calon di Pilkada DKI 2017 jangan dibesar-besarkan.

Dia menyatakan Pilkada DKI ini tidak diwarnai pengerahan massa yang besar. Hanya terjadi insiden kecil pemukulan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 18 RW 07 Kelurahan Petojo Utara, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.

"Itu kan tidak terlalu besar. Jangan terlalu dibesar-besarkan. Artinya, kan, hanya lingkup di sekitar kelurahan saja," ujar Iriawan.

Kejadian itu bermula saat petugas panitia pengawas menegur tim pemantau dari pasangan calon Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat karena mengenakan kemeja kotak-kotak. Tim paslon dua membalas teguran ini dengan marah-marah, sehingga terjadi keributan.

Tim pemantau itu adalah salah satu anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP Andapotan Sinaga. Sekitar lima orang berpakaian kemeja kotak-kotak lalu memukul pengurus RW hingga terluka.

Tindakan ini memancing warga lain yang berada di sekitar TPS untuk membalas pemukulan oleh kelima orang itu, sehingga salah satu pemukul pengurus RW yang dianiaya warga harus dirawat di Rumah Sakit Cikini Jakarta Pusat lantaran terluka.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini