Sukses

Jakarta, Selamat Ulang Tahun

Dari sebuah bandar kecil, Jakarta berkembang menjadi sebuah lansekap metropolitan di Tanah Jawa. Selamat ulang tahun yang ke-483, Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta: Pekan terakhir di bulan Juni adalah milik Jakarta. Tepat pada 22 Juni 2010, 483 tahun sudah kota ini berdiri. Usia yang tak lagi muda untuk kota berpenduduk lebih dari delapan juta jiwa.

Dari sebuah bandar kecil, Jakarta berkembang menjadi sebuah lansekap metropolitan di Tanah Jawa. Berabad-abad kota ini bergerak mengikuti roda zaman, tak pernah mati meski beban berat menopang tubuhnya yang renta. Jakarta menjadi salah satu kota tersibuk di dunia.

Dari rekam jejak, Jakarta menyimpan cerita panjang. Sejarah bermula pada abad ke-16 dari sebuah bandar di muara Sungai Ciliwung bernama Kelapa. Kawasan ini menjadi bandar utama kerajaan Hindu bernama Sunda, yang memiliki ibu kota Pajajaran, sekitar 40 kilometer ke selatan.

Berabad-abad Sunda menjadi sentra perdagangan yang sibuk. Bangsa Eropa pertama yang singgah adalah Portugis yang disusul oleh Fatahilah, seorang pemuda dari kerajaan dekat Kelapa. Ia kemudian menaklukkan Sunda dan mengubah namanya menjadi Jayakarta. Banyak orang meyakini pengubahan nama terjadi pada 22 Juni 1527.

Waktu berlalu, Jakarta pun berubah. Jakarta atau kerap disebut Batavia ini tak pernah berhenti tumbuh di tengah laju penduduk yang terus menerus naik dan lahan yang tak pernah bertambah lagi.

Memasuki abad ke-20, Belanda menginvasi Indonesia. Batavia kemudian dijadikan pusat perdagangan oleh kongsi dagang VOC. Arsitektur bergaya art deco pun mewarnai Jakarta.

Lewat lagu berjudul Geef Mij Maar Nasi Goreng, biduan Belanda Louisa Johanna Theodora Wieteke Van Dort bercerita tentang keanekaragaman kuliner Indonesia. Dominas yang begitu lama membuat orang Belanda begitu menyatu dengan kebiasaan rakyat Indonesia. Batavia pun tak terhindarkan dari sentuhan gaya Belanda.

Di tangan Belanda, Jakarta terasa begitu lengang, seperti bukan sebuah kota di Asia. Visual sejarah ini diabadikan dalam sebuah buku karangan Adolf Heuken, seorang pastor jesuit asal Jerman.

Setelah merdeka, Jakarta kembali merangkak menjadi kota yang super sibuk. Denyut pagi Jakarta adalah sebuah orkestra sebagian kaum urban yang gelisah. Orang-orang bergerak penuh ketergesa-gesaan, memaksa diri terbangun di pagi buta agar tak terlambat di tujuan.

Mereka terpaksa terperangkap dalam transportasi massal sumpek yang jauh dari nyaman. Sekalipun ada yang memiliki kendaraan pribadi, Jakarta akan menjebak mereka ke rimba jalan raya yang semrawut. Transportasi seakan menjadi problem abadi bagi Jakarta.

Selain kemacetan, kota metropolitan ini menjadi langganan musibah banjir. Gairah modernisasinya pun masih mengenyam berbagai kesenjangan. Terlihat masih begitu banyak gelandangan tercecer di beberapa sudut kota. Kendati problematikanya begitu kompleks, Jakarta tetap dicintai di hati banyak orang. Selamat ulang tahun, Jakarta.(WIL/ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini