Sukses

Sigi: Bom Waktu Pasir Merapi

Pengurukan pasir secara membabi buta tanpa aturan mengancam kelestarian alam.

Liputan6.com, Yogyakarta - Ditemani istri, Misran, penambang pasir tradisional di Lereng Merapi bergegas menuju lahan garapannya. Dia harus berjalan kaki selama 1,5 jam dari Dusun Petung, Kacamatan Cangkringan menuju lahan garapannya.

Lahan kurang lebih 2000 meter persegi, Misran dan istrinya mencari butiran pasir endapan, dengan alat bantu sederhana mengeruk permukaan lahan yang menyimpan kandungan pasir dengan kualitas terbaik

Pasir ini dari bekas erupsi Gunung Merapi pada 2010 silam. Untuk memperoleh yang laku di pasaran, alat bantu berupa garukan pasir digunakan untuk memisahkan pasir dengan batuan kecil.

Berbekal pengalaman, ia tahu lokasi yang banyak menyimpan butiran pasir untuk ditambang, sedangkan batuan yang tidak punya nilai jual dibuang. Uang sebesar Rp 100 ribu adalah jumlah yang diterima Misran selama seharian bekerja menambang pasir.

Pasir yang melimpah di Lereng Merapi memberikan rezeki bagi masyarakat. Sumiwinarto merupakan salah satu pengepul pasir di Dusun Kali Adem, baginya menjadi pengusaha pengepul pasir dari penambang tradisional cukup menjanjikan.

Walau banyak pesaing yang cukup ketat, ia mampu bertahan dengan usahanya selama dua tahun lamanya. Mendapatkan pasir yang penuh bebatuan besar tidaklah mudah. Salah mengeruk batuan besar bisa menimpa penambang pasir yang sedang menggali.

Gunung Merapi sudah berkali-kali meletus yang terakhir terjadi pada 2010 silam, jutaan material pasir dimuntahkan dari lereng gunung merapi. Tak heran puluhan penambang tradisional beramai-ramai mencari rezeki yang sama dilahan yang dulunya bekas ditambang menggunakan alat berat.

Bekerja di area berbahaya dan tanpa alat keselamatan yang memadai bukan hal yang dikhawatirkan bagi sebagian penambang. Lubang-lubang besar yang terbentuk mengikuti ketersediaan pasir yang dicari penambang. Bekas tambang penuh rusak hampir diseluruh bagian yang di eksplorasi

Sementara di tempat berbeda lokasi yang bisa dikatakan berdampingan dengan penambang tradisional, para pebisnis pasir berskala besar ikut menambang pasir. Alat berat diturunkan demi memuluskan keuntungan yang besar.

Masih banyaknya tempat atau spot-spot potensi ketersediaan pasir yang melimpah, jadi alasan pebisnis kelas atas ini mengeksplorasi areal tambang. Tidak hanya satu, alat-alat berat lainnya pun diturunkan disini.

Setidaknya, ada tiga alat berat yang beroperasi di sini. Ekspolasi besar-besaran ala pebisnis berskala besar sebenarnya ada aturan main. Namun Faktanya, tidak ada papan petunjuk siapa yang bertanggung jawab dalam eksplorasi ini. Yang terlihat hanya puluhan truk berkapasitas besar membawa pasir setiap harinya dan area lahan rusak parah akibat kegiatan eskpolrasi ini.

Walau pengurukan pasir ini tidak bisa dirasakan dalam waktu dekat. Pengurukan pasir secara membabi buta tanpa aturan mengancam kelestarian alam. Gunung merapi termasuk daerah yang mempunyai wilayah resapan air yang baik. Beberapa wilayah yang berbatasan langsung dengan lereng merapi sangatlah bergantung dari perlakukan kekayaan alam yang ada.

Simak kisah selengkapnya dalam Sigi SCTV edisi Minggu (22/1/2017) berikut ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.