Sukses

Kejagung Setop Kasus Korupsi Grand Indonesia Berbekal Data BPK

PT CKBI membangun dan mengelola gedung menara BCA dan Apartemen Kempinski yang tidak ada dalam perjanjian BOT antara kedua pihak.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi terkait kontrak pembangunan kompleks Grand Indonesia di Jalan MH Thamrin, Jakarta. Kasus tersebut melibatkan badan usaha milik negara PT Hotel Indonesia Natour (Persero), PT Cipta Karya Bumi Indah dan PT Grand Indonesia.

"Tanya BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan), jangan tanya kita. BPK menyatakan bahwa itu, kita akhirnya menyimpulkan sebagai perdata," kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Jakarta, Jumat (20/1/2017).

Karena kasus itu bukan tindak pidana korupsi, ia menjelaskan, maka penyelesaiannya bergantung pada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kementerian BUMN bisa mengajukan gugatan atau memberikan surat kuasa khusus kepada kejaksaan untuk mengajukan gugatan perdata.

"Kita sudah berikan surat, kalau tidak diselesaikan dengan baik, negara berpotensi dirugikan," kata Prasetyo.

Kejagung meningkatkan proses penanganan kasus itu ke tahap penyidikan pada 23 Februari 2016 namun sampai sekarang belum menetapkan tersangka.

Perkara itu berkaitan dengan pengelolaan lahan milik negara di Jalan MH Thamrin, Jakarta, tempat kompleks bangunan Grand Indonesia.

Negara mempercayakan lahan itu pada PT Hotel Indonesia Natour, yang pada 2002 bekerja sama dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (PT CKBI) untuk membangun di lahan itu.

Berdasarkan kontrak kerja sama dengan skema bangun-kelola-serah (Built-Operate-Transfer/BOT) yang ditandatangani pada 2004, pembangunan aset hanya meliputi hotel bintang lima Kempinski, pusat perbelanjaan Grand Indonesia West Mall dan East Mall serta fasilitas parkir.

Namun PT CKBI melalui anak perusahaannya, PT Grand Indonesia, melakukan subkontrak lagi dengan BCA dan Apartemen Kempinski sehingga keduanya memiliki bangunan di aset lahan milik negara itu.

PT CKBI membangun dan mengelola gedung menara BCA dan Apartemen Kempinski yang tidak ada dalam perjanjian BOT antara kedua pihak.

Akibatnya, diduga ada bagi hasil yang tidak seimbang atau tidak diterimanya pendapatan dari operasional pemanfaatan kedua bangunan tersebut sehingga negara rugi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini