Sukses

KPK Telusuri Dugaan Pencucian Uang Emirsyah Satar

Emirsyah Satar diduga menerima suap senilai 1,2 juta euro, dan US$ 180 ribu atau setara Rp 20 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan mesin airbus jenis A330-300. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan, penyidik KPK terus mendalami kasus tersebut, termasuk dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Iya, kalau dalam pengembangan penyidikan selanjutnya, bahwa ini bukan suatu kejahatan yang tunggal, tidak hanya satu, maka terbuka kemungkinan bisa ke arah TPPU," ujar Laode, ‎Jumat (20/1/2017).

Laode mengatakan, untuk terus menelusuri dugaan TPPU yang dilakukan Emirsyah Satar, KPK menggandeng sejumlah lembaga pemberantasan korupsi negara lain, seperti Serious Fraud Office (SFO) di Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) di Singapura.

"Kami juga kerja sama dengan PPATK dan PPATK di negara lain," kata Laode.

Kerja sama yang dilakukan KPK terhadap SFO dan CPIB termasuk dalam hal pembekuan rekening milik Emirsyah Satar di Singapura.

KPK mengungkap kasus dugaan suap terkait pengadaan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. PT Rolls-Royce merupakan perusahaan yang menyediakan mesin pesawat tersebut.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua tersangka, yaitu Emirsyah Satar (ESA), mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia periode 2005-2014; dan Soetikno Soedarjo (SS), pendiri dari Mugi Rekso Abadi (MRA).

Emir diduga menerima suap senilai 1,2 juta euro, dan US$ 180 ribu atau setara Rp 20 miliar. Demikian pula dengan barang senilai US$ 2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia.

Sebagai penerima, Emirsyah Satar disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Adapun SS, selaku pemberi suap disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini