Sukses

Pengorbanan dan Dedikasi Liputan 6

Program kesayangan pemirsa setia SCTV genap berusia 14 tahun. Sebuah program yang tetap bertahan diraih dengan pengorbanan dan dedikasi.

Liputan6.com, Jakarta: Hari ini atau Rabu (19/5), menjadi hari bersejarah bagi Liputan 6 SCTV. Program kesayangan pemirsa setia SCTV genap berusia 14 tahun. Layar Liputan 6 selalu tampil dengan ciri khasnya, mengupas berita secara aktual, tajam, dan tepercaya.

Hingga kini Liputan 6 tak henti berbenah diri. Semua bertujuan untuk menjadi institusi pemberitaan yang terdepan.

Pada awalnya Liputan 6 bukan apa-apa dan siapa-siapa. Program yang mengudara pertama kali pada 20 Mei 1996 hanya bermodal segelintir awak nekat. Yang sangat diandalkan kala itu adalah program Liputan 6 Petang.

Pascareformasi, Liputan 6 SCTV kian menancapkan posisinya dalam jurnalisme televisi di Indonesia. Perannya tak bisa dilepaskan dari fungsinya sebagai pilar keempat demokrasi yang mendorong perubahan positif di negeri ini.

Peristiwa 12 Oktober 2002, bom meluluhlantakkan Kuta Bali. Sebanyak 202 orang tewas dan ratusan lainnya terluka. Inilah berita besar sejarah teroris. Kecepatan dan keakuratan Liputan 6 SCTV teruji di sini.

Ketika itu Liputan 6 menayangkan gambar ekslusif dari pasangan Rahmat Bagus Suharyo dan Evi Rifiyanti. Inilah praktik citizen jurnalisme pertama yang kemudian menjadi tren pemakaian gambar video amatir dalam jurnalisme pertelevisian Indonesia.

Berikutnya pada 21 September 2003, SCTV membongkar praktik kekerasan di Sekolah Tinggi Pendidikan Dalam Negeri (STPDN) yang kini berganti Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Tayangan yang mendorong rasa geram publik. Pemerintah pun bertindak dengan membenahi kurikulum dan pola asuh di sekolah para calon pamong praja itu.

Pada bidang hukum, Liputan 6 SCTV membuat terobosan baru. Antara lain dengan memfasilitasi sidang jarak jauh kesaksian mantan Presiden BJ. Habibie dari Hamburg, Jerman pada 2 Juli 2002, dalam kasus kasus Buloggate II. Peran Liputan 6 SCTV ini dikenal sebagai Yurisprudensi baru bagi peradilan di Indonesia.

Nama besar Liputan 6 SCTV diraih dengan pengorbanan dan dedikasi. Pada 26 September 1997, Liputan 6 kehilangan dua jurnalis terbaik, reporter Ferdinandusius atau akrab dipanggil Max dan juru kamera Yance Iskandar. Keduanya gugur dalam kecelakaan pesawat saat hendak meliput kebakaran hutan di Riau.

Kala itu kabut asap tebal tak memungkinkan penerbangan langsung ke kota tujuan. Rute penerbangan pun dialihkan ke Medan, Sumatra Utara. Sedianya Max dan Yance yang bergabung dengan SCTV sejak 1996 itu akan melanjutkan perjalanan ke Pekanbaru melalui perjalanan darat.

Takdir berkata lain. Pesawat Garuda Airbus GA 152 jurusan Jakarta-Medan yang ditumpanginya jatuh di Desa Buah Nabar, Sibolangit, Deli Serdang, Sumut. Jaraknya 40 kilometer dari Bandar Udara Polonia Medan. Max dan Yance tewas seketika bersama 234 penumpang lain.

Liputan 6 SCTV kembali kehilangan awak terbaik Mochamad Guntur Syaifulloh. Juru kamera senior Liputan 6 SCTV itu tenggelam saat meliput di atas Kapal Levina 1. Lokasinya di perairan Muara Gembon, Bekasi, Jawa Barat, 25 Februari 2007 [baca: Jenazah Guntur Ditemukan].

Demikian perjuangan penuh pengorbanan untuk menjadikan Liputan 6 SCTV besar seperti saat ini. Pengorbanan dan dedikasi tinggi yang akan terus dibudayakan di lingkungan keluarga besar Liputan 6 SCTV.(AIS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini