Sukses

6 Bencana Alam Paling Mengerikan Tahun 2016

Dari 1.985 bencana, bencana banjir yang paling banyak terjadi, yaitu 659 kejadian.

Liputan6.com, Jakarta Berbagai bencana alam terus mendera banyak daerah di Tanah Air sepanjang 2016. Mulai dari banjir, tanah longsor, gempa bumi, pohon tumbang, jembatan ambruk hingga angin puting beliung.

"Tahun 2016 adalah tahun bencana. Berdasarkan data sementara selama tahun 2016, hingga 11 November 2016 tercatat 1.985 kejadian bencana," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis, Minggu 13 November 2016.

Menurut Sutopo, jumlah ini diprediksi terus bertambah karena curah hujan akan terus meningkat selama November hingga Desember. Karena itu, banjir, longsor dan puting beliung diprediksi akan terus terjadi di berbagai wilayah. Selain itu, belum semua kejadian bencana yang ada di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dilaporkan ke BNPB.

"Jumlah kejadian bencana sebanyak 1.985 bencana ini adalah rekor tertinggi yang pernah terjadi sejak 10 tahun terakhir. Meskipun bencana yang terjadi tidak termasuk bencana besar, korban jiwa dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan bencana cukup besar," ia menambahkan.

Sebagai perbandingan jumlah kejadian bencana selama 10 tahun terakhir adalah tahun 2007 (816 bencana), 2008 (1.073), 2009 (1.246), 2010 (1.941), 2011 (1.633), 2012 (1.811), 2013 (1.674), 2014 (1.967), dan 2015 (1.677).

Menkes  Tinjau Lokasi Bencana di Purworejo, Jawa Tengah

"Dampak yang ditimbulkan bencana selama tahun 2016 adalah 375 orang tewas, 383 jiwa luka-luka, 2,52 juta jiwa menderita dan mengungsi, dan lebih dari 34 ribu rumah rusak. Diprediksi dampak bencana ini akan terus bertambah," Sutopo menekankan.

Dari 1.985 bencana, imbuh dia, bencana banjir adalah yang paling banyak terjadi, yaitu 659 kejadian. Selanjutnya berturut-turut adalah puting beliung 572 kejadian, longsor 485, kebakaran hutan dan lahan 178, kombinasi banjir dan longsor 53, gelombang pasang dan abrasi 20, gempa bumi 11, dan erupsi gunung api 7 kejadian.

"Bencana longsor merupakan bencana yang menimbulkan korban tewas paling banyak yaitu 161 jiwa. Sedangkan banjir menyebabkan 136 jiwa tewas, kombinasi banjir dan longsor 46 tewas, puting beliung 20 jiwa, erupsi gunung api 7 jiwa, gempa bumi 3 jiwa, dan kebakaran hutan dan lahan 2 jiwa," tutur Sutopo.

Angka itu tentu belum termasuk gempa di Pidie Jaya yang juga banyak menelan korban jiwa dan materil.

Dan inilah 6 bencana paling mengerikan yang dicatat Liputan6.com sepanjang 2016.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

1. Sinabung Tak Pernah Tidur

Awan panas Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara kembali memakan korban. Tujuh orang meninggal dunia dan 2 orang kritis dengan luka bakar terkena awan panas bersuhu 700 derajat Celsius pada Sabtu sore, 21 Mei 2016.

Peristiwa nahas tersebut terjadi di Desa Gamber, Kecamatan Simpang Empat, kabupaten Karo. Ketika awan panas datang, para korban melakukan kegiatan di kawasan yang merupakan zona merah atau berjarak radius 5 kilometer Gunung Sinabung.

"Saat erupsi, seluruh korban sedang bertani yang masuk dalam zona merah. Tiba-tiba datang awan panas Gunung Sinabung menyambar para korban," kata Kabid Humas Polda Sumatera Utara AKBP Rina Sari Ginting.

Sementara itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho merinci tujuh korban tewas itu adalah Karman Milala (60), Irwansyah Sembiring (17), Nantin Br. Sitepu (54), Leo Perangin-angin, Ngulik Ginting, Ersada Ginting, dan Ibrahim Sembiring.

Aktivitas vulkanik Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, terus menunjukkan peningkatan yang tinggi. (Foto: Humas BNPB)

"Semua korban adalah warga Desa Gamber, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo yang berada di zona merah saat kejadian Gunung Sinabung meletus disertai luncuran awan panas pada Sabtu 21 Mei 2016 pukul 16.48 WIB," kata Sutopo.

Usai kejadian, Tim SAR gabungan dari TNI, Polri, Basarnas, BPBD, PMI, relawan dan masyarakat terus mencari korban dengan menyisir rumah dan kebun masyarakat. Sebab, tidak diketahui secara pasti berapa banyak masyarakat yang berada di Desa Gamber saat kejadian luncuran awan panas.

"Harusnya tidak ada aktivitas masyarakat. Namun sebagian masyarakat tetap nekat berkebun dan tinggal sementara waktu sambil mengolah kebun dan ladangnya," ujar Sutopo.

Alasan ekonomi adalah faktor utama yang menyebabkan masyarakat Desa Gamber tetap nekat melanggar larangan masuk ke desanya. Pencarian korban dilakukan dengan tetap memperhatikan ancaman dari erupsi Gunung Sinabung. Letusan disertai awan panas masih sering terjadi sehingga membahayakan bagi petugas SAR.

 

3 dari 7 halaman

2. Teror Longsor di Purworejo

Bencana alam berupa banjir dan tanah longsor menghantam sebagian besar wilayah Jawa Tengah pada pertengahan Juni 2016. Salah satu lokasi terparah yang banyak merenggut nyawa berada di Purworejo. Puluhan orang tewas saat banjir disertai longsor menerjang sejumlah desa pada Sabtu 18 Juni 2016.

Proses pencarian korban bencana longsor di Kabupaten Purworejo secara resmi dihentikan sejak Jumat, 24 Juni 2016, pukul 15.09 WIB. Tim SAR gabungan sudah tujuh hari mencari korban, terutama di Dusun Caok, Desa Karangrejo, Kecamatan Loano, dan Desa Donorati, Kecamatan Purworejo.

Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho menyatakan, belum semua korban yang hilang bisa ditemukan.

"Tiga orang dinyatakan masih hilang, yaitu satu orang di Dusun Caok dan dua orang di Desa Donorati," kata Sutopo.

Longsor di Dusun Suwinong, Desa Penungkulan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. (@Sutopo_BNPB)

Dia menambahkan, total korban meninggal dalam musibah ini 43 orang. Rinciannya, 39 meninggal karena longsor dan empat orang meninggal karena banjir di Kabupaten Purworejo.

Korban meninggal akibat longsor yang terbanyak ada di Desa Karangrejo, yakni 15 orang. Adapun korban yang belum ditemukan berada di Karangrejo dan Donorati.

Sementara BPBD Purworejo memperkirakan jumlah kerugian akibat bencana banjir dan longsor ini sekitar Rp 15,7 miliar, dengan nilai kerusakan untuk rumah Rp 4,1 miliar dan infrastruktur Rp 11,6 miliar.

 

4 dari 7 halaman

3. Amuk Sungai Cimanuk di Tengah Malam

Petaka itu datang saat menjelang tengah malam sewaktu sebagian besar warga Garut, Jawa Tengah, sedang terlelap tidur. Tepat pada Selasa malam, 20 September 2016, banjir bandang Garut menerjang tujuh kecamatan.

Tercatat sekitar 2.511 rumah rusak berat dan ringan, serta 100 rumah hilang akibat tersapu banjir bandang Garut. Sebanyak 6.361 orang pun diungsikan ke sejumlah lokasi pengungsian, seperti di Markas Komando Resor Militer dan Komando Distrik Militer setempat, Apotek Wira Prima, dan Rumah Sakit Guntur.

Kepala Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut, Dadi Zakaria, mengatakan hujan deras yang terjadi sejak pukul 19.00 WIB menyebabkan arus Sungai Cimanuk yang berada di sekitar Kota Garut meluap.

Sisa kerusakan akibat banjir bandang Garut.

Ratusan rumah, perkantoran, dan instalasi vital lainnya milik pemerintah yang berada di dekat sungai akhirnya tak luput dari terjangan banjir. "Banyak warga yang tidak sempat menyelamatkan harta bendanya," ujar Dadi, Rabu pagi, 21 September 2016.

Berdasarkan Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tercatat 34 orang meninggal, 19 orang hilang, dan 35 orang terluka akibat bencana itu. Sementara, sebanyak 6.361 warga harus mengungsi.

 

5 dari 7 halaman

4. Duka Nyepi Segara di Jembatan Kuning

Jembatan Kuning di Klungkung, Bali, ambruk saat Hari Nyepi Segara, Minggu 16 Oktober 2016. Jembatan yang ambruk pada Minggu malam itu menghubungkan dua pulau kecil, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan.

Menurut Dewa Made Indra, Ketua Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali, musibah ini terjadi diduga akibat kabel yang terputus karena kelebihan beban.

"Jembatan itu selebar 1,2 meter sepanjang 140 meter. Sebetulnya peruntukannya hanya untuk pejalan kaki, tapi banyak juga digunakan untuk sepeda motor. Dan hari itu ada upacara agama di Nusa Ceningan, jadi orang dan sepeda motor yang menggunakan jembatan itu lebih dari kapasitas, dan ambruklah jembatan itu," kata Dewa Indra pula.

Jembatan gantung penghubung Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan di Klungkung, Bali, ambruk pada Minggu (16/10/2016) sekitar pukul 18.30 Wita. (Foto: Humas BNPB)

Korban yang terdiri dari 8 orang tewas dan 34 luka sudah ditemukan semuanya dan dievakuasi, termasuk 17 sepeda motor yang ikut masuk ke laut saat jembatan yang sebetulnya untuk pejalan kaki itu ambruk karena kelebihan beban.

"Semua korban adalah warga Desa Jungut dan Nusa Lembongan. Yang meninggal, jenazahnya sudah diserahkan kepada keluarga masing-masing, dan yang luka semuanya sudah pulang dari puskesmas," tambah Dewa Indra.

 

6 dari 7 halaman

5. Ketika Bah Menerjang Kota Kembang

Hujan lebat disertai angin kencang dan hujan es terjadi di Kota Bandung, Jawa Barat, pada Minggu 13 November 2016. Intensitas hujan yang tinggi ini juga menyebabkan banjir dan pohon-pohon tumbang di beberapa tempat.

Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir terjadi di 20 titik di Kota Bandung yang meliputi Jalan Pagarsih, Jalan Pasirkaliki, Jalan Wastukancana, Jalan Lodaya, Jalan Pasirkoja, Jalan A. Yani, Jalan Sukagalih, Jalan Sudirman, Jalan Waringin (Pasar Andir).

Selain itu, banjir juga terjadi di Jalan Laswi, Jalan Burangrang, Jalan Stasiun Timur, Jalan Kebon Jati, Stasiun Timur, Jalan Caringin, Jalan Otista, dan Jalan dr. Djundjunan, Jalan Kopo, Jalan Manado, Jalan Serayu, dan Rumah Sakit Cicendo.

Tak hanya karena curah hujan tinggi, banjir juga disebabkan luapan Sungai Citepus, Sungai Cibeureum dan Sungai Cikakak yang tidak mampu menampung aliran permukaan.

Banjir Bandung mulai surut karena kondisi topografi yang miring. (Liputan6.com/Aditya Prakasa)

Selain itu banjir juga disebabkan saluran drainase yang buruk dan tidak mampu mengalirkan aliran permukaan. Tinggi banjir sekitar 30-60 cm dengan arus yang kencang seperti yang terjadi di Jalan Wastukancana.

Sementara itu, beberapa pohon tumbang terjadi di daerah Jalan Manado, Jalan Kopo, Jalan Serayu, Jalan Otista dan Stasiun Kereta Api Bandung. Dua unit mobil rusak berat, beberapa rumah rusak sedang, satu bangunan rusak sedang, arsip pasien di RS Cicendo rusak berat dan operasional kereta api terhambat selama 2 jam.

"Di Kecamatan Cicendo Kota Bandung, luapan dari Sungai Cikakak menyebabkan dinding 10 rumah jebol. Arus kencang banjir menghanyutkan perabotan rumah," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.

 

7 dari 7 halaman

6. Lindu di Pidie Jaya Menjelang Subuh

Pada 7 Desember 2016, sebuah gempa bumi berkekuatan 6,5 skala Richter mengguncang Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, Indonesia, pada pukul 5.03.36 WIB. Pusat gempa berada di koordinat 5,25 LU dan 96,24 BT, tepatnya di darat pada jarak 18 kilometer tenggara Sigli, Pidie dan 2 kilometer utara Meureudu, Pidie Jaya pada kedalaman 15 km.

Gempa dengan durasi 10-15 detik itu terjadi saat masyarakat setempat bersiap untuk melaksanakan salat subuh. Guncangan gempa yang terasa kuat di daerah Pidie Jaya membuat puluhan ribu warga panik dan berusaha menyelamatkan diri.

Gempa ini merenggut 112 jiwa dan ratusan orang lainnya terluka.

Pusat gempa yang berada di daratan menyebabkan gempa bumi ini tidak menimbulkan tsunami. Gempa juga terasa di kabupaten tetangga seperti Pidie, Bireuen, hingga sampai ke Banda Aceh, Langsa, dan Pulau Simeulue.

Bupati Pidie Jaya, Aceh, Aiyub Ben Abbas memperkirakan 30 persen wilayah mengalami kerusakan parah akibat guncangan gempa.

Warga mencari barang yang tersisa di antara puing-puing Pasar Meureudu yang hancur di Pidie Jaya, Aceh, Kamis (8/12). Warga yang memiliki kios di pasar tersebut beramai-ramai mencari barang yang masih dapat diselamatkan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

"Kerusakan merata, persentase hampir 30 persen wilayah. Yang rusak rumah penduduk, masjid, gedung," kata Aiyub di Istana Negara Jakarta, 7 Desember 2016.

Menurut laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, sedikitnya 104 orang meninggal dunia akibat gempa ini. Sementara kerusakan fisik, ribuan rumah dan kantor pemerintahan rusak.

"Kerusakan fisik akibat gempa meliputi rumah 11.668 unit, masjid 61 unit, meunasah 94 unit, ruko 161 unit, kantor pemerintahan 10 unit, fasilitas pendidikan 16 unit, dan lainnya. Pendataan detail masih terus dilakukan oleh petugas di lapangan," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, Senin 12 Desember 2016.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.