Sukses

KPK: Uang Suap untuk Menangkan MTI di Proyek Bakamla Rp 200 M

Ia diduga menerima Rp 2 miliar dari Rp 15 miliar "commitment fee" yaitu 7,5 persen dari total anggaran alat monitoring satelit Rp 200 miliar

Liputan6.com, Jakarta - Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan uang suap yang diterima Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi untuk memenangkan PT Melati Melati Technofo Indonesia dalam proyek pengadaan alat monitoring satelit pada APBD-Perubahan 2016.

"Iya, untuk membantu memenangkan PT MTI tapi kita telitilah, jadi ini akan ada gelar perkara untuk menentukan langkah selanjutnya seperti apa," kata Agus seusai konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Kamis 15 Desember 2016, seperti dikutip dari Antara.

Eko yang juga mantan pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Utama (Sestama) Bakamla itu merupakan Kuasa Pengguna Anggaran proyek. Ia diduga menerima Rp 2 miliar sebagai bagian dari Rp 15 miliar "commitment fee" yaitu 7,5 persen dari total anggaran alat monitoring satelit senilai Rp 200 miliar.

Paket Pengadaan Monitoring Satelit Bakamla dengan nilai pagu paket Rp 402,71 miliar yang juga sudah selesai lelang pada 9 Agustus 2016. Pemenang tender adapa PT Melati Technofo Indonesia yang terletak di Jalan Tebet Timur Dalam Raya, Jakarta Selatan.

Peralatan tersebut rencananya akan ditempatkan di berbagai titik di Indonesia dan terintegrasi dengan seluruh stasiun yang dimiliki Bakamla serta dapat diakses di Pusat Informasi Maritim (PIM) yang berada di kantor pusat Bakamla.

Menurut profil PT MTI di Linked, perusahan tersebut adalah perusahaan komunikasi yang menyediakan fiber optik dan solusi jaringan dengan menyediakan jasa rekayasa pengukuran dan desain jaringan, pemasangan kabel serat optik, integrasi terminal hingga pusat data dan sistem infrasktruktur jaringan.

Namun laman resmi perusahaan di www.technofo.com tidak dapat diakses. Perusahan itu terdiri atas 201-500 karyawan dan berdiri pada 2004. Sedangkan Eko Susilo Hadi diketahui adalah jaksa yang ditempatkan di Bakamla.

Eko terakhir menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK pada 10 Oktober 2002 saat masih menjabat sebagai Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.

Berdasarkan situs acch.kpk.go.id, harta Eko pada 2002 mencapai Rp 166,386 juta yang terdiri dari tanah dan bangunan senilai Rp 121,836 juta di Bekasi, tanah dan bangunan senilai Rp 42,918 juta di Bekasi, tanah dan bangunan di kabupaten Karawang Rp 18 juta, tanah dan bangunan di Karawang senilai Rp18 juta.

Selanjutnya mobil Suzuki senilai Rp 75 juta, logam mulia sejumlah Rp 3,15 juta, giro dan setara kas lain Rp 20 juta dan utang Rp 53,6 juta.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini