Sukses


Mahyudin: Sosialisasi Semestinya Untuk Penyelenggara Negara

Wakil Ketua MPR Mahyudin mengatakan sosialisasi Empat Pilar MPR semestinya ditujukan kepada penyelenggara negara yang mengambil keputusan.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua MPR Mahyudin mengatakan sosialisasi Empat Pilar MPR semestinya ditujukan kepada penyelenggara negara yang mengambil keputusan agar nilai-nilai Empat Pilar tercermin pada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan.

"Pancasila sebagai ideologi harus menjadi pegangan para pengambil kebijakan. Supaya semua kebijakan benar-benar untuk kepentingan rakyat dan negara," kata Mahyudin dalam sosialisasi Empat Pilar MPR RI di depan anggota KNPI Kabupaten Berau, di Cantika Swara, Tanjung Redeb, Berau, Kalimantan Timur, Jumat malam (9/12/2016).

Menurut Mahyudin, jika para pengambil kebijakan memegang nilai-nilai Empat Pilar maka akan mengurangi kesenjangan (disparitas). Banyak contoh menunjukkan terjadinya disparitas karena kesalahan dalam kebijakan.

Dia mencontohkan air kemasan. Air itu diambil dari Indonesia dan dijual kepada rakyat Indonesia. Tapi sahamnya dimiliki asing. "Itu namanya tidak Pancasilais," katanya.

Selain air kemasan, Mahyudin juga memberi contoh tentang industri rokok yang dikuasai asing, begitu juga dengan perkebunan sawit yang dikuasai investor asing. "Ini sebenarnya menjadi domain para pengambil keputusan," ujarnya.

Indonesia dengan jumlah penduduk sebanyak 260 juta jiwa, lanjut Mahyudin, menjadi pasar potensial untuk perang ekonomi. Negara lain memiliki kepentingan dagang. Negara kapitalis sengaja membuat Indonesia menjadi market.

Tidak itu saja, tenaga kerja dari Tiongkok pun menyerbu Indonesia. Di Jawa Barat banyak tenaga kasar yang datang dari Tiongkok. "Inilah tantangan global yang dihadapi Indonesia. Nasionalisme Indonesia harus kuat. Seperti kata Bung Karno, Indonesia bisa menjadi kuli di negeri sendiri. Indonesia tidak menjadi tuan di negerinya sendiri. Rakyat Indonesia hanya menjadi penonton," sebut politisi Partai Golkar itu.

Mahyudin juga menyoroti soal korupsi yang dilakukan penyelenggara negara. "Kita sudah merdeka 71 tahun, tapi korupsi belum selesai. Contonya Ketua DPD ditangkap KPK. Pejabat negara seharusnya adalah negarawan. Kalau ada pejabat negara masih korupai, itu memalukan," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini