Sukses

Tanpa Integritas Penyelenggara Negara, Pencegahan KPK Gagal

Pimpinan KPK, Saut Situmorang, mengatakan pihaknya sudah melakukan banyak strategi dan taktik dalam mencegah semua aspek protensi korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Lima Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepakat menggenjot upaya pencegahan korupsi. Salah satu pimpinan KPK, Saut Situmorang mengatakan pihaknya sudah melakukan banyak strategi dan taktik dalam mencegah semua aspek protensi korupsi.

Salah satu bentuk pencegahan yang dikedepankan KPK adalah perbaikan sistem dan tata kelola birokrasi pemerintahan.

"Banyak kajian dan penelitian, termasuk memberi masukan ke stakeholder terkait. Mulai dari masukan informal atau dialog sampai dengan formal lewat tertulis, dan lain-lain," ujar Saut saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Kamis 8 Desember 2016.

Hampir semua kementerian, lembaga, dan BUMN/BUMD diajak dialog. Tujuan dan arahnya adalah membangun integritas dalam tata kelola disertai peningkatan kinerja pelayanan publik.

Meski sudah dilakukan langkah-langkah tersebut, Saut tak memungkiri pencegahan yang dilakukan KPK bisa dikatakan gagal. Jika, lanjut dia, nilai-nilai yang diusung para penyelenggara negara masih bernuansa transaksional, konflik kepentingan, favoritism (pilih kasih), dan mengutamakan kelompok.

"Kalau begitu yang terjadi, ke depan KPK bisa jadi dinilai gagal mencegah, walau berhasil nindak," kata Saut.

Oleh karena itu, mantan Staf Ahli Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) tersebut berharap orang-orang yang duduk sebagai penyelenggara negara punya kesadaran untuk berubah. Hal inilah yang akan terus digenjot KPK ke depan, mulai dari desa sampai pusat, dari pendidikan anak usia dini sampai strata tiga (S3), dari pangkat rendah sampai tinggi.

"Tapi KPK sambil cegah juga sambil memenjarakan orang yang sudah jelas terbukti," ucap Saut.

Sebab, dia juga menyadari perubahan yang mungkin sudah terjadi itu tak terlalu signifikan. Mengingat, makna efektivitas ‎dalam pencegahan juga sebetulnya belum mengena langsung kepada penyelenggara negara.

Dia mengibaratkan pencegahan dalam lalu lintas. Misalnya, sudah banyak rambu atau marka jalan yang dibuat. Namun masih tetap ada pengendara yang melanggar. Bahkan, sudah banyak 'monumen mobil ringsek' di jalan-jalan tertentu, tetap saja banyak kecelakaan karena tidak patuh pada aturan berlalu lintas.

"Jadi sistem 'polisi tidur' di jalan raya bisa jadi ditetapkan di anti korupsi untuk pencegahan. Misalnya agar orang dipaksa menginjak rem," ujar Saut.

"Sesederhana ini sebenarnya. Ibarat maksa injak rem, daripada sekedar masang rambu atau memberi denda atau dihukum karena melanggar lalu lintas," lanjut dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.