Sukses

Polri Diminta Hati-Hati Usut Kasus Dugaan Makar

Penangkapan itu dilakukan jelang aksi damai 212 di Monumen Nasional.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Polri menangkap 11 aktivis dan tokoh nasional, terkait dugaan makar, Jumat 2 Desember 2016 pagi. Penangkapan itu dilakukan jelang aksi damai 2 Desember di Monumen Nasional.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Susanto Ginting, mengingatkan Polri agar ekstra hati-hati dalam menangani dugaan makar ini. Ada sejumlah unsur yang harus dibuktikan oleh Polri.

"Permufakatan untuk melakukan makar, maka harus ada niat dan perbuatan permulaan. Kedua hal itu harus dilakukan untuk maksud tertentu dengan cara serangan yang nyata dan bersifat kekerasan," ucap Miko kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (5/12/2016).

Dia pun meminta, dalam mengusut kasus ini, Kepolisian cermat agar tak terjadi banyak praktik yang tidak tepat.

"Di titik ini, pihak Kepolisian benar-benar harus cermat dan hati-hati. Jangan sampai banyak praktik yang tidak tepat selama ini terjadi kembali," Miko menjelaskan.

Saat ditanya, apakah dia telah melihat adanya serangan nyata sebagai wujud makar, dia hanya mengaku belum tahu.

"Hingga hari ini hanya pihak Kepolisian yang mengetahui hal itu. Oleh karenanya, mesti didorong untuk cermat, hati-hati, dan akuntabel dalam penegakan hukumnya," tandas Miko.

Sebelumnya, 11 tokoh dan aktivis ditangkap di beberapa tempat dalam waktu hampir bersamaan, Jumat 2 Desember pagi. Mereka diduga kuat terlibat upaya makar.

Tujuh orang tersangka makar yakni Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko, Alvin Indra, dan Rachmawati Soekarnoputri telah dipulangkan setelah menjalani pemeriksaan hampir 1x24 jam.

Begitu juga terhadap musikus Ahmad Dhani yang dalam penangkapan ini ditetapkan sebagai tersangka penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Sementara tiga lainnya, yakni Sri Bintang Pamungkas, Jamran, dan Rizal Kobar ditahan di Polda Metro Jaya. Ketiganya dijerat dengan UU ITE dan juga Pasal 107 Jo Pasal 110 KUHP tentang Makar  dan Permufakatan Jahat.

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, penangkapan itu bukan berarti membungkam sikap kritis masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Dia menegaskan, perbuatan makar dan kritik berbeda.

Jenderal bintang dua itu menuturkan, dalam era demokrasi di Indonesia, seringkali terjadi ujaran kebencian yang dilakukan masyarakat secara luas. Apalagi dengan berkembangnya teknologi informasi yang semakin pesat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.