Sukses

Jamin Hak Netizen, UU ITE Dinilai Lebih Manusiawi

Selain itu, dalam revisi UU ITE Pasal 26 juga diatur soal 'right to be forgotten,' semacam rehabilitasi nama dalam dunia ITE.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menuturkan semangat utama dari revisi UU ITE ada dua, yaitu dari sisi masyarakat dan dari sisi pemerintah.

Dari sisi masyarakat, menurut dia, agar kebebasan dalam mengeluarkan pendapat secara sopan dan santun serta menikmati internet sehat tetap terjaga dengan baik.

"Kebebasan berpendapat dijamin, tetapi tetap tidak boleh melanggar hak orang lain, berperilaku buruk dengan memfitnah orang," ujar dia di Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin, 28 November 2016.

Politikus PKS itu menjelaskan, dari sisi pemerintah, agar negara tidak dengan mudah menahan seseorang lantaran sikap kritisnya kepada kebijakan publik.

"Revisi UU ITE itu manusiawi karena menjamin hak-hak masyarakat, dalam hal ini para netizen," kata Sukamta.

"Ancaman pidana diperingan untuk pencemaran nama baik dari maksimal 6 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar menjadi maksimal 4 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 750 juta," ujar dia.

Selain itu, ia menambahkan, dengan Pasal 29 tentang ancaman kekerasan diperingan pidananya dari maksimal 12 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 2 miliar menjadi maksimal 4 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 750 juta.

Sukamta menjelaskan, implikasi hukumnya, jika sebelumnya ancaman penjara maksimal 6 tahun menjadikan pasal pencemaran nama baik dan pasal ancaman kekerasan sebagai tindak pidana yang masuk dalam kategori KUHAP Pasal 21 ayat (4a).

"Dalam KUHAP Pasal 21 ayat (4a) disebutkan, untuk tindak pidana dengan ancaman penjara 5 tahun lebih, pelaku terduga dapat langsung ditahan aparat penegak hukum, maka dengan UU ITE yang baru, penahanan tidak dapat dilakukan sampai ada putusan tetap dari pengadilan bahwa ia divonis bersalah," tegas dia.

Karena itu, ia mengungkapkan, melalui UU ITE yang baru, pemerintah tidak bisa asal tahan saja seperti sebelumnya. Selain itu, dalam revisi UU ITE Pasal 26 juga diatur soal 'right to be forgotten,' semacam rehabilitasi nama dalam dunia ITE.

Sukamta mencontohkan seseorang yang namanya diberitakan negatif karena diduga melanggar hukum, lalu pengadilan memutuskan tidak bersalah, maka semua berita yang menyatakan bahwa dia diduga melanggar hukum wajib dihapus oleh penyedia konten internet.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini