Sukses

JK: Kalau Tidak Ada UN, Bagaimana Tentukan Standar Pendidikan?

Pemerintah daerah, kata JK, tentu perlu standar untuk menentukan apa saja yang harus ditambah guna meningkatkan mutu pendidikan.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai ujian nasional (UN) masih diperlukan bagi para siswa. Meski bukan sebagai syarat kelulusan, ujian nasional bisa menjadi standar pendidikan yang digunakan semua daerah di Indonesia.

"Karena suatu negara apapun butuh standar. Kalau tidak ada standar bagaimana mengetahui kita sudah sampai di mana?" kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (28/11/2016).

Pemerintah daerah, kata JK, tentu perlu standar untuk menentukan apa saja yang harus ditambah guna meningkatkan mutu pendidikan. Sejak awal penerapan ujian nasioal pun pemerintah memulai dengan angka 3,5 dan terus meningkat setiap tahunnya.

"Kita setiap tahun naik setengah, setengah, supaya mencapai standar nasional. Karena baru dengan itulah maka daerah memperbaiki fasilitasnya, supaya jangan banyak yang tidak lulus. Kalau tidak ada standarnya bagaimana memperbaikinya?" imbuh JK.

Saat ini, kata JK, banyak cara berpikir yang terbalik terkait dengan ujian nasional ini. JK menyebut ada pendapat semua pendidikan harus baik dulu baru bisa diadakan ujian nasional. Teori ini susah diterapkan karena sulit menentukan sama rata bila tidak ada standar.

"Loh bagaimana mau baik kalau tidak ada standarnya. Kalau tidak ada standar itu bagaimana caranya membikin, walaupun diperbaiki lapangan tapi tidak ada standar yang mau dicapai, bagaimana?" lanjut dia.

"Jadi itu ujian nasional untuk mencapai standar nasional agar orang di Jakarta dan orang di Sulawesi Tenggara, di NTT mempunyai kemampuan yang sama. Itu cita-cita nasional. Kalau sekarang masih angka 5,5. Ujian juga masih mudah," JK memungkas.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy akan menangguhkan Ujian Nasional (UN) pada 2017.

"Sudah tuntas kajiannya dan kami rencana (UN) dimoratorium. Sudah diajukan ke Presiden dan menunggu persetujuan Presiden," kata Muhadjir.

Dia mengatakan, alasan moratorium UN adalah karena pada saat ini UN berfungsi untuk pemetaan dan tidak menentukan kelulusan peserta didik. Kemendikbud ingin mengembalikan evaluasi pembelajaran siswa menjadi hak dan wewenang guru, baik secara pribadi maupun kolektif.

"Negara cukup mengawasi dan membuat regulasi supaya standar nasional benar-benar diterapkan di masing-masing sekolah," kata Muhadjir.

Rencana moratorium tersebut juga menyesuaikan dengan peralihan kewenangan pengelolaan sekolah menjadi milik pemerintah daerah.

"Jadi nanti untuk evaluasi nasional itu SMA/SMK diserahkan ke provinsi masing-masing, untuk SD dan SMP diserahkan ke kabupaten atau kota," ucap Muhadjir.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.