Sukses

Mestikah Ahok Ditahan? Ini Penjelasan Pengamat Hukum

Ditahan atau tidaknya Ahok merupakan kewenangan penydik yang bersifat subjektif.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan penistaan agama. Berbagai pihak meminta agar aksi demonstrasi susulan tak perlu terjadi. Apalagi menuntut agar Ahok segera tahan.

Menurut pengamat Hukum Pidana Ahmad Rifai, ditahan atau tidaknya Ahok merupakan kewenangan penyidik Polri.

"Kewenangan menahan apakah seseorang layak ditahan atau tidak ya penyidik dengan alasan subjektif," ujar Rifai kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (18/11/2016).

Beberapa alasan penyidik menahan orang, kata dia, misalnya jika dikhawatirkan tersangka akan menghilangkan barang bukti. Namun, kata dia, penyidik memutuskan tidak menahan Ahok karena dianggap kooperatif.

Untuk itu, kata Rifai, ia meminta agar masyarakat mengawal proses hukum yang saat ini masih berjalan. Ketimbang melakukan demonstrasi untuk menuntut Ahok ditahan.

"Kasus Ahok ini bisa juga di-SP3 (dihentikan) karena tidak cukup bukti dan tidak ditemukan unsur pidana," ujar Rifai.

Sementara beberapa waktu lalu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan penahanan terhadap seorang tersangka telah diatur dalam pasal 21 ayat 4 KUHAP. Menurut dia, dalam pasal itu tidak mengatakan setiap kasus yang diancam hukuman 5 tahun harus dilakukan penahanan.

"(Tapi) yang dikatakan dapat dilakukan penahanan tapi (harus) memenuhi syarat objektif dan subjektif," kata Tito saat memberikan keterangan pers di kompleks Mabes Polri.

Tito menjelaskan, syarat objektif bahwa harus punya keyakinan mutlak atas suatu tindak pidana. "Karena penyidik terbelah dan tidak bulat," tegas dia.

Namun, kata Tito, penyidik yang berpendapat telah terjadi tindak pidana lebih mendominasi. Karena itu, kasus harus dinaikkan ke tingkat penyidikan dan menetapkan Ahok sebagai tersangka. Kasusnya diputuskan diselesaikan di peradilan terbuka.

Sementara alasan subjektifnya, menurut Tito, antara lain adanya kekhawatiran melarikan diri menghilangkan alat bukti serta mengulangi kesalahan.

Tito menjelaskan, berdasarkan laporan Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto kepadanya, Ahok cukup kooperatif. Pada saat akan dipanggil, justru Ahok lebih dulu datang kepada penyidik untuk memberikan klarifikasi.

"Ketika dipanggil, Ahok juga datang," ucap Tito.

Kemudian, Tito menambahkan, pihaknya juga telah meminta kepada Direktorat Jenderal Imigrasi untuk segera menerbitkan surat perintah pencegahan terhadap Ahok. Sebab saat ini, yang bersangkutan wajib mengikuti proses hukum atas kasus yang membelitnya.

"Namun sebagai antisipasi, penyelidik memutuskan melakukan pencegahan ke luar negeri. Jangan sampai nanti, mohon maaf, yang bersangkutan ke luar negeri polisi disalahkan. Jadi lebih baik kita cegah," ucap Tito.

Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) memutuskan kembali turun ke jalan. Mereka akan menggelar demonstrasi bertajuk "Bela Islam III" pada Jumat 2 Desember 2016.

"Saya hanya ingin tegaskan, kesepakatan yang ada di GNPF MUI, karena Ahok tak ditahan sampai sekarang, maka GNPF MUI memutuskan dengan aklamasi kesepakatan dengan seluruh elemen untuk menggelar aksi Bela Islam III Jumat, 2 Desember 2016," ujar pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab di Tebet, Jakarta Selatan.

Rizieq mengatakan, aksi lanjutan dari demo 4 November ini akan diikuti berbagai elemen organisasi Islam. Aksi akan dimulai dengan ibadah salat Jumat berjamaah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini