Sukses

Hakim Pertanyakan Intonasi Suara Dirut Bulog Saat Menelepon Irman

Menurut Hakim, Intonasi suara‎ Djarot rendah dan terkesan 'nurut' terhadap Irman Gusman.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta mencecar sejumlah hal kepada Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti. Djarot dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Xaveriandy Susanto dan istrinya, Memi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor untuk wilayah Sumatera Barat.

Anggota Majelis Hakim, Nawawi mempertanyakan perubahan intonasi suara Djarot dalam tiga percakapan telepon yang diputar jaksa. Jaksa dalam sidang ini memutar pembicaraan telepon antara Djarot dengan eks Ketua DPD Irman Gusman, Djarot dengan Kepala Perum Bulog Divisi Regional Sumatera Barat Benhur Ngakaimi, serta Djarot dengan Memi.

"‎Kelihatan Anda ngomong dengan Irman dan Benhur beda. Seharusnya ngomong dengan siapapun intonasinya," ucap Nawawi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (15/11/2016).

Nawawi curiga dengan intonasi suara Djarot ketika bicara dengan Irman Gusman. Intonasi suara‎ Djarot rendah dan terkesan 'nurut' terhadap Irman. Sementara intonasi suara Djarot ketika menelepon Benhur lebih tinggi dan lebih tegas atau seperti memerintahkan.

"Kalau ngomong dengan Irman, siap, siap, inggih. Kalau disuruh (Irman) masuk neraka, siap-siap ‎juga begitu?" ucap Nawawi.

Djarot dicecar seperti ini menjawab dan memberi alasannya. Menurut Djarot, dirinya menghormati Irman selaku Ketua DPD. Sehingga intonasi suaranya berbeda ketika dalam pembicaraan.

"Ini hanya karakter saya kepada orang terhormat. Saya biasanya tidak memanggil nama, dan saya selalu mengatakan 'siap' untuk hal yang tidak prinsip. (Saya menghormati Irman) karena terkait jabatan beliau," kata Djarot.

Catut Gubernur Sumbar

Dalam sidang itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) memutar percakapan telepon sejumlah pihak. Salah satunya rekaman pembicaraan antara eks Ketua DPD, Irman Gusman dan Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti.

Irman Gusman merekemondasikan CV Semesta Berjaya kepada Djarot untuk menjadi penyuplai gula impor di wilayah Sumatera Barat tahun 2016.

"Ada permintaan dari Sumatera Barat. ‎Stabilitas gulanya masih belum pas sekali ya. Selama ini disuplai dari Jakarta sehingga mempengaruhi dalam soal harga," ujar Irman seperti dalam transkrip rekaman telepon Irman-Djarot.

"Jadi kebetulan ada orang yang sudah pengalaman di sana yang bisa saya rekomendasi. Bagus oke, semuanya oke. Pokoknya rapih dia," kata Irman lagi dalam transkrip pembicaraan telepon itu.

Tak cuma itu, Irman juga mencatut nama Penjabat Gubernur Sumatera Barat dan Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Yuswandi A Tumenggung.

Kata Irman, kedua pejabat itu mendukung apa yang sudah dilakukan Memi lewat CV Semesta Berjaya, yakni operasi pasar.

"Jadi namanya Bu Memi. Sebetulnya saya teman lama itu. ‎Saya ketemu kemarin di Padang. Dia itu betul-betul melakukan operasi pasar, pak‎. Pak Gubernur mendukung, semua mendukung, Sekjen Perdagangan mendukung. Kalau dia kerja nggak bagus, saya kan nggak enak kan sama Pak Djarot. Tapi karena saya tahu orangnya bagus dan memang dia hidupnya di sana. Menurut saya, saya sangat rekomen sekali‎," ujar Irman dalam transkrip telepon.

Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Susanto dan istrinya, Memi didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberi suap Rp 100 juta kepada eks Ketua DPD, Irman Gusman.  Pemberian Rp 100 juta itu sebagai hadiah atasalokasi pembelian gula yang diimpor Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk disalurkan ke Provinsi Sumatera Barat tahun 2016 lewat CV Semesta Berjaya.

Uang itu diberikan karena Irman telah mengupayakan CV Semesta Berjaya milik Xaveriandy dan Memi agar mendapat alokasi pembelian gula yang diimpor oleh Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk didistribusikan di Sumatera Barat.

Irman kemudian memanfaatkan pengaruhnya terhadap Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti.

Atas perbuatannya, Xaveriandy dan Memi diancam pidana sebagaimana Pasal 5 huruf b dan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) junto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.