Sukses

Proses Hukum Ahok Diharapkan Tak Terpengaruh Tekanan Publik

Berdasarkan kasus-kasus sebelumnya, perkara penistaan agama dianggap selalu mengikuti selera publik.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Lakpesdam NU, Rumadi Ahmad menilai implementasi penegakan hukum atas kasus penodaan agama kerap mengikuti selera tekanan publik, termasuk kasus yang dialami oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

"Mulai dari zaman dulu hingga sekarang, penegakan hukum terkait penodaan dan penistaan agama itu selalu subyektif dan penegak hukum biasanya mengikuti selera serta tuntutan dari massa yang mempermasalahkan itu," ujar Rumadi berdasarkan keterangan yang diterima Liputan6.com, Selasa, 15 November 2016.

Dia pun menjelaskan, perkara penodaan agama pertama kali terjadi saat buku 'Langit Makin Mendung' karya Ki Pandjikusmin terbit. Dalam karya itu, terlihat secara vulgar penodaan agama yang dibungkus dalam karya sastra.

"Untuk menyembunyikan siapa sosok di balik Ki Pandjikusmin, HB. Jassin yang akhirnya dijebloskan ke penjara selama dua tahun oleh pemerintahan saat itu," ujar dia.

Kemudian, kata Dosen UIN Jakarta ini, kasus Lia Aminuddin alias Lia Eden yang mengaku sebagai utusan Tuhan. kemunculan Lia Eden ini mencuat amarah masyarakat hingga akhirnya dibawa ke ranah hukum.

"Termasuk kasus (dugaan penistaan agama) Ahok ini, kan karena ada desakan dan tuntutan massa. Sehingga timbul tuntutan penegakan hukum," jelas dia.

Padahal, menurut Rumadi, di dalam KUHP Pasal 156 dan 156 a serta UU Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama, yang selama ini digunakan untuk menjerat pelaku kasus penodaan agama belum mengakomodir unsur penodaan agama.

Sementara, Direktur Setara Institute, Ismail Hasani mengatakan dalam perspektif hak asasi manusia (HAM) tidak dikenal istilah penistaan agama. Konsep tersebut menurutnya muncul di agama-agama monoteistik.

"Penting melindungi keyakinan yang abstrak dengan produk hukum yang konkret. Hate speach (ujar kebencian) juga melindungi HAM, baik‎ atas dasar SARA atau lainnya, aspek identitas dilindungi dan kita dilarang menyebarkan kebencian," ujar Ismail.

‎Menurut dia, pasca reformasi banyak kaum kapital yang mempolitisasi agama. Bahkan, kasus penodaan agama kerap berhimpitan dengan tekanan massa dan politik.

"Rentan ditunggangi oleh orang diluar yang hatinya sakit agamanya dinistakan," Ismail menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.