Sukses

KPK Periksa Pihak Swasta Terkait Korupsi E-KTP

Dia akan bersaksi untuk tersangka mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi proyek E-KTP tahun 2011-2012. Kali ini, komisi antirasuah tersebut memanggil pihak swasta, Tati, guna dimintai keterangannya sebagai saksi.

Dia akan bersaksi untuk tersangka mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

"Dia diperiksa sebagai saksi untuk Sugiharto (S)," ucap Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak di Jakarta, Jumat (11/11/2016).

Selain pihak swasta, KPK juga kembali memintai keterangan dari sang tersangka yakni Sugiharto. Dia pun sudah datang ke Gedung KPK sekitar pukul 10.10 WIB. Namun, saat dimintai keterangannya, dia tak mengeluarkan sepatah kata pun dan masuk ke dalam gedung.

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo meyakini, dalam proyek tersebut, tak mungkin hanya tersangka Irman dan Sugiharto saja yang perlu dimintai pertanggungjawaban hukum dalam kasus ini.

Agus menjelaskan, biarkan para penyidik bekerja lebih dulu. Sebab, penyidik tengah mengumpulkan bukti-bukti yang cukup untuk menjerat pihak lain dalam kasus ini.

KPK telah menetapkan dua tersangka pada kasus dugaan korupsi proyek e-KTP tahun 2011-2012 di Kemendagri. Keduanya yakni mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Irman dan Sugiharto dijerat Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

KPK telah mendalami kasus dugaan korupsi proyek e-KTP tahun 2011-2012 ini pada tingkat penyidikan hingga dua tahun lebih. Baik Irman maupun Sugiharto, dalam sengkarut proyek senilai Rp 5,8 triliun itu diduga telah menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara sampai Rp 2,3 triliun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.