Sukses

Tanggapan Peneliti LIPI atas Pernyataan SBY soal 4 November

Salah satu kalimat provokatif yang dilontarkan SBY, kata Syamsuddin adalah soal lebaran kuda.

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, memandang apa yang disampaikan oleh Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono terkait demo 4 November justru sebagai bentuk provokasi.

"Apa yang disampaikan Pak SBY kemarin, itu levelnya justru provokatif," ucap Syamsuddin Haris dalam diskusi dengan tema "Keprihatinan Anak Bangsa terhadap Ancaman Kebhinekaan", di Jakarta Pusat, Kamis (3/11/2016).

Salah satu kalimat provokatif yang dilontarkan SBY, kata Syamsuddin, adalah soal lebaran kuda.

Menurut Syamsuddin, dengan memberikan pernyataan soal demo 4 November SBY justru menurunkan derajatnya menjadi satu level dengan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq. Padahal SBY adalah Presiden ke-6 RI yang menjabat dua periode.

"Saya sangat menyayangkan dengan apa yang dilakukan Presiden ke-6 RI itu, yang menurunkan levelnya, selevel Habib Rizieq," ujar Syamsuddin.

Rabu, 2 November 2016 kemarin, SBY mengadakan konferensi pers. Salah satunya, SBY bicara tentang aksi 4 November itu.

Salah satu pernyataan SBY yang menjadi sorotan banyak pihak dan dinilai provokatif adalah:

Mari kita bertanya sekarang sebenarnya apa masalah yang kita hadapi? Apa masalahnya? saudara-saudara dan kenapa di seluruh Tanah Air tak hanya di Jakarta rakyat melakukan protes dan unjuk rasa unjuk rasa tidak mungkin tidak ada sebabnya.

Mari kita lihat dari sebab akibat pasti ada protes pasti ada yang dituntut mungkin tidak ada apa-apa jika ribuan rakyat berkumpul hanya untuk jalan-jalan mungkin karena sudah lama tidak melihat Jakarta barangkali karena merasa yang diprotes itu dan tuntutannya tidak didengar.

Nah kalau sama sekali tidak didengar diabaikan barangkali sampai Lebaran kuda masih akan ada ada unjuk rasa ini pengalaman saya 10 tahun menjadi pemimpin banyak juga unjuk rasa rasa 5 tahun jadi menkopolhukam juga saya dulu banyak unjuk rasa. Mari kita bikin mudah urusannya ini jangan dipersulit.

Mari kita kembali ke kuliah manajemen dan metode pemecahan persoalan. Itu semester satu kuliah. Yang kuliah di ilmu manajemen, ilmu kepimimpinan.

Jadi begini, Pak Ahok gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dianggap menistakan agama, kita semua ke situ dulu, penistaan agama. Secara hukum tidak boleh dan dilarang kembali ke sistem hukum. Kita kembali ke KUHP kita di Indonesia sudah ada yurisprudensi sudah ada presiden sudah ada penegakan hukum di waktu yang lalu menyangkut urusan ini yang terbukti bersalah juga sudah diberikan sanksi.

Jadi kalau ingin negara kita ini tidak terbakar oleh amarah para penuntut keadilan jangan salah kutip, negara ini tidak terbakar oleh amarah para penuntut keadilan Pak Ahok, Ya diproses secara hukum, jangan sampai beliau dianggap kebal hukum.

Negara kita negara hukum. Kalau beliau diproses tidak perlu ada tudingan Pak Ahok tidak boleh disentuh bayangkan do not touch Pak Ahok, nah setelah Pak Ahok diproses secara hukum semua menghormati. Jangan gaduh, redam tekanan dari manapun baik tekanan yang mengatakan ini untuk para penegak hukum tekanan yang mengatakan pokoknya Ahok harus bebas atau tekanan pokoknya Ahok harus dinyatakan bersalah tidak boleh seperti itu, serahkan kepada penegak hukum. Apakah Pak Ahok tidak bersalah nantinya bebas atau Pak Ahok dinyatakan bersalah jangan ditekan biarkan para penegak hukum kita bekerja. Begitu Aturan mainnya, begitu etikanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.